Senin, 30 Januari 2012

BAB 20. PERJANJIAN HUDAIBIYA

Setelah enam tahun di Medinah
ENAM tahun lamanya sudah sejak Nabi dan sahabat-sahabatnya hijrah dari Mekah ke Medinah. Seperti kita lihat, selama itu mereka terus-menerus bekerja keras, terus-menerus dihadapkan kepada peperangan, kadang dengan pihak Quraisy, adakalanya pula dengan pihak Yahudi. sementara itu Islampun makin tersebar luas, makin kuat dan ampuh pula.

Sejak tahun pertama Hijrah, Muhammad sudah mengubah kiblatnya dari al-Masjid'l-Aqsha ke al-Masjid'l-Haram. Sekarang kaum Muslimin menghadap ke Baitullah yang di bangun oleh Ibrahim di Mekah, dan yang kemudian bangunan itu dibaharui lagi tatkala Muhammad masih muda belia. Waktu itu ia juga turut mengangkat batu hitam ketempatnya di ujung dinding bangunan itu. Tak terlintas dalam pikirannya atau dalam pikiran siapapun juga waktu itu, bahwa Tuhan akan menurunkan risalah kepadanya.


Muslimin dirintangi ke Mesjid Suci
Sejak ratusan tahun yang lalu, al-Masjid'l-Haram ini (Mesjid Suci) sudah menjadi arah tujuan orang-orang Arab dalam melakukan ibadat. Dalam bulan-bulan suci setiap tahun mereka datang ke tempat itu. Setiap orang yang datang keamanannya terjamin. Apabila orang bertemu dengan musuh yang paling keras sekalipun, di tempat ini ia tak dapat menghunus pedang atau mengadakan pertumpahan darah. Akan tetapi sejak Muhammad dan kaum Muslimin sudah hijrah, pihak Quraisy telah mengambil tanggung jawab dengan melarang mereka memasuki Mesjid Suci itu, melarang mereka mendekatinya diluar golongan Arab lainnya. Dalam hal ini firman Tuhan turun pada tahun Hijrah pertama itu:

"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan suci: bolehkah berperang? Katakanlah: Berperang dalam bulan itu suatu dosa besar. Tetapi merintangi orang dari jalan Allah dan ingkar kepadaNya, merintangi orang memasuki Masjid Suci serta mengusir penduduk dari sekitar tempat itu, lebih besar lagi dosanya disisi Allah." (Qur'an, 2:217)

Dan sesudah perang Badr juga firman Tuhan ini datang: "Dan kenapa Allah tidak akan menyiksa mereka padahal mereka merintangi orang memasuki Mesjid Suci, sedang mereka bukan penanggungjawabnya. Mereka yang bertanggungjawab mengurusnya sebenarnya ialah orang-orang yang bertakwa. Tetapi mereka kebanyakan tidak mengetahui. Dan sembahyang mereka di sekitar Rumah Suci itu tidak lain hanya bersiul dan bertepuk tangan. Oleh karena itu rasakan siksaan yang disebabkan oleh kekafiranmu itu. Orang-orang kafir itu mengeluarkan harta mereka guna melarang orang dari jalan Allah; maka mereka masih akan mengeluarkan harta mereka. Sesudah itu mereka menyesal, lalu mereka kalah. Dan orang-orang yang kafir itu akan dikumpulkan di dalam neraka" (Qur'an, 8:34-36)


Selama enam tahun itu banyak sekali ayat-ayat turun berturut-turut mengenai Mesjid Suci itu yang oleh Tuhan dijadikan tempat manusia berkumpul dan tempat yang aman. Akan tetapi pihak Quraisy menganggap Muhammad dan pengikut-pengikutnya telah mengingkari dewa-dewa dalam Rumah Suci itu: Hubal, Isaf, Na'ila dan berhala-berhala yang lain. Oleh karena itu memerangi dan melarang mereka datang berkunjung ke Ka'bah adalah suatu kewajiban buat Quraisy, kalau mereka tidak mau kembali kepada dewa-dewa nenek-moyangnya.


Sementara itu kaum Muslimin merasa menderita karena tak dapat melakukan tugas agama yang sudah menjadi kewajiban mereka, juga sudah menjadi kewajiban nenek-moyang mereka dahulu. Disamping itu kaum Muhajirin sendiripun sudah merasa tersiksa dan merasa tertekan - tersiksa dalam pembuangan, tertekan karena kehilangan tanah air dan keluarga. Hanya saja mereka itu semua yakin akan adanya pertolongan Tuhan kepada Rasul dan kepada mereka serta mengangkat taraf agama mereka diatas agama lain. Mereka percaya sekali, bahwa tak lama lagi pasti akan datang waktunya Tuhan membukakan pintu Mekah kepada mereka, dan mereka akan bertawaf di Rumah Purba (Ka'bah) itu, menunaikan kewajiban agama yang diwajibkan Tuhan kepada seluruh umat manusia. Kalau selama itu, tahun demi tahun yang terjadi hanya peperangan, dari perang Badr ke Uhud, lalu Khandaq, kemudian peperangan-peperangan dan kesibukan-kesibukan lain, maka hari yang mereka harap-harapkan itu kini pasti akan tiba. Mereka sangat merindukan hari yang diharap-harapkan itu. Tidak kurang pula Muhammad seperti mereka, sangat merindukannya dan yakin sekali, bahwa saatnya sudah dekat!


Dengan melarang mengadakan ziarah ke Mekah serta menunaikan kewajiban berhaji dan menjalankan umrah, sebenarnya orang-orang Quraisy sudah melakukan kekejaman terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Rumah Purba ini bukanlah milik Quraisy, melainkan milik semua orang Arab. Hanya saja orang-orang Quraisy itu berkewajiban menjaga Ka'bah dan mengurus air buat para pengunjung, yakni yang meliputi segala macam kepengurusan Rumah Suci dan pemeliharaan pengunjung-pengunjungnya. Tujuan sesuatu kabilah itu satu sama lain dengan menyembah berhala tidaklah berarti membenarkan tindakan Quraisy melarang orang berziarah dan bertawaf di Ka'bah serta melakukan segala upacara dan penyembahan berhala. Muhammad datang mengajak orang menjauhi penyembahan berhala dan membersihkan diri dari segala noda paganisma dan syirik. Ia mengajak orang ke tingkat jiwa yang lebih tinggi, yakni menyembah hanya kepada Allah Yang Tunggal dan tidak bersekutu. Ia akan menempatkannya di atas segala kekurangan, akan membawa kehidupan rohani ke tempat yang dapat menangkap arti kesatuan alam serta keesaan Tuhan. Jadi oleh karena menjalankan ibadah haji dan umrah itu merupakan salah satu kewajiban agama, maka melarang penganut-penganut agama baru ini melakukan kewajiban agamanya berarti suatu tindakan permusuhan.


Akan tetapi apabila Muhammad kemudian datang juga disertai orang-orang yang sudah beriman kepada Allah dan kepada ajarannya, yang sebenarnya mereka ini penduduk asli Mekah, maka orang-orang Quraisy itu kuatir rakyat jelata di Mekah akan menggabungkan diri kepadanya lalu merasa pula bahwa memisahkan mereka dari sanak keluarga, adalah suatu tindakan kekejaman. Dengan demikian ini akan merupakan benih yang dapat mencetuskan perang saudara.

Disamping itu pemimpin-pemimpin Quraisy dan pemuka-pemuka Mekah tidak pula melupakan Muhammad dan pengikutnya yang telah menghancurkan perdagangan mereka, merintangi jalan mereka yang sudah rata itu ke Syam. Oleh karenanya dalam jiwa mereka sudah tertanam rasa dendam dan permusuhan; padahal sudah cukup diketahui, bahwa Rumah itu kepunyaan Allah dan kepunyaan seluruh masyarakat Arab, dan bahwa kewajiban mereka hanyalah menjaganya dan memelihara orang-orang yang sedang berziarah.


Muslimin mengumumkan naik haji
Telah lampau enam tahun sejak hijrah, kaum Muslimin sudah gelisah sekali karena rindu ingin berziarah ke Ka'bah dan ingin menunaikan ibadah haji dan umrah. Pada suatu pagi bila mereka sedang berkumpul di mesjid, tiba-tiba Nabi memberitahukan kepada mereka bahwa ia telah mendapat ilham dalam mimpi hakiki, bahwa insya Allah mereka akan memasuki Mesjid Suci dengan aman tenteram, dengan kepala dicukur atau digunting tanpa akan merasa takut.


Begitu mereka mendengar berita mengenai mimpi Rasulullah itu, serentak mereka mengucap; Alhamdulillah. Secepat kilat berita ini telah tersebar ke seluruh penjuru Medinah. Tetapi bagaimana caranya memasuki Masjid Suci itu? Dengan perangkah? Ataukah orang-orang Quraisy secara paksa harus dikosongkan? Atau barangkali Quraisy dengan tunduk menyerah membukakan jalan?

Tidak. Tak ada pertempuran, tak ada perang. Bahkan Muhammad mengumumkan kepada orang ramai supaya pergi menunaikan ibadah haji dalam bulan Zulhijah yang suci. Dikirimnya utusan-utusan kepada kabilah-kabilah yang bukan dari pihak Muslimin, dianjurkannya mereka supaya ikut bersama-sama pergi berangkat ke Baitullah, dengan aman, tanpa ada pertempuran. Dalam pada itu yang diinginkan sekali oleh Muhammad ialah supaya kaum Muslimin dapat berangkat sebanyak mungkin. Maksud baik daripada ini ialah supaya semua orang Arab mengetahui bahwa kepergiannya dalam bulan suci itu hendak menunaikan ibadah haji, bukan akan berperang. Ia hanya ingin melaksanakan suatu kewajiban dalam hukum Islam, yang juga diwajibkan dalam agama-agama orang Arab sebelum itu. Untuk itu diajaknya orang-orang Arab yang tidak se-agama itu agar juga melakukan kewajiban tersebut. Sesudah semua itu, kalaupun Quraisy masih juga bersikeras hendak memeranginya dalam bulan suci, hendak melarang orang Arab akan apa yang sudah menjadi kepercayaan sekalipun berlain-lainan, maka takkan ada orang-orang Arab yang mau mendukung sikap Quraisy atau akan membantu mereka melawan kaum Muslimin. Dengan sikap keras itu mereka hendak membendung orang pergi ke Mesjid Suci, hendak membelokkan orang dari agama Ismail. dan dari agama Ibrahim, leluhur mereka.


Dua perkemahan bertemu
Oleh karena itu pihak Muslimin merasa aman juga kalau orang-orang Arab itu dapat menggabungkan diri seperti golongan Ahzab dulu. Agamanya akan lebih terpandang dimata orang-orang Arab yang belum beriman itu. Apa pula yang akan dikatakan Quraisy kepada mereka yang datang ke tanah suci itu, tanpa membawa senjata kecuali pedang yarig disarungkan, didahului oleh binatang kurban yang hendak mereka sembelih. Buat mereka tak ada urusan lain daripada hanya akan menunaikan tugas agama dengan bertawaf di Baitullah, yang juga menjadi kewajiban semua masyarakat Arab itu.


Muhammad mengumumkan kepada semua orang supaya berangkat menunaikan ibadah haji. Kepada kabilah-kabilah di luar Muslimin juga dimintanya berangkat bersama-sama. Tetapi banyak juga dari mereka itu yang masih menunda-nunda. Dalam bulan Zulkaedah sebagai salah satu bulan suci, ia berangkat dengan rombongan dari kaum Muhajirin dan Anshar, serta beberapa kabilah Arab yang mau menggabungkan diri, didahului di depan oleh untanya, Al-Qashwa. Jumlah mereka yang berangkat ketika itu sebanyak seribu empatratus orang. Muhammad membawa binatang kurban terdiri dari tujuhpuluh ekor unta1, dengan mengenakan pakaian ihram, dengan maksud supaya orang mengetahui, bahwa ia datang bukan mau berperang, melainkan khusus hendak berziarah dan mengagungkan Baitullah.


Bilamana rombongan sudah sampai di Dzu'l-Hulaifa2 mereka menyiapkan kurban dan mengucapkan talbiah. Binatang kurban itu dilepaskan dan disebelah kanan masing-masing hewan itu diberi tanda, di antaranya terdapat unta Abu Jahl yang kena rampas dalam perang Badr. Tiada seorang juga dari rombongan haji itu yang membawa senjata selain pedang tersarung yang biasa dibawa orang dalam perjalanan. Isteri Nabi yang ikut serta dalam perjalanan ini ialah Umm Salama.

Berita tentang Muhammad dan rombongannya serta tujuan kepergiannya hendak menunaikan ibadah haji itu sudah sampai juga kepada Quraisy. Akan tetapi dalam hati mereka timbul rasa kuatir. Masalahnya buat mereka adalah sebaliknya. Mereka menduga kedatangannya hanya sebagai suatu tipu muslihat saja. Dengan begitu Muhammad mau menipu supaya dapat memasuki Mekah, karena mereka dan golongan Ahzab pernah pula terlarang tak dapat memasuki Medinah. Apa yang mereka ketahui tentang lawan mereka yang hendak memasuki Tanah Suci melakukan Umrah itu serta apa yang sudah diumumkan di seluruh jazirah bahwa sebenarnya mereka hanya didorong oleh rasa keagamaan hendak menunaikan kewajiban yang sudah juga diakui oleh seluruh orang Arab, tidak akan dapat mengubah keputusan Quraisy hendak mencegah Muhammad memasuki Mekah; betapa pun besarnya pengorbanan yang harus mereka lakukan guna melaksanakan keputusan mereka itu.


Oleh karena itu sebuah pasukan tentara yang barisan berkudanya saja terdiri dari 200 orang, oleh Quraisy segera di kerahkan dan pimpinannya di serahkan kepada Khalid bin'l-Walid dan 'Ikrima bin Abi Jahl. Pasukan ini maju ke depan supaya dapat merintangi Muhammad masuk Ibukota (Mekah). Mereka maju terus sampai dapat bermarkas di Dhu Tuwa.

Sebaliknya Muhammad ia meneruskan perjalanannya. Sesampainya di 'Usfan3 ia bertemu dengan seseorang dari suku Banu Ka'b. Nabi menanyakan kalau-kalau orang itu mengetahui berita-berita sekitar Quraisy.


"Mereka sudah mendengar tentang perjalanan tuan ini," jawabnya. "Lalu mereka berangkat dengan mengenakan pakaian kulit harimau. Mereka berhenti di Dhu Tuwa dan sudah bersumpah bahwa tempat itu sama-sekali tidak boleh tuan masuki. Sekarang Khalid bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah maju terus ke Kira'l-Ghamim."4

"O, kasihan Quraisy!" kata Muhammad. "Mereka sudah lumpuh karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka membiarkan saja saya dengan orang-orang Arab yang lain itu. Kalaupun mereka sampai membinasakan saya, itulah yang mereka harapkan, dan kalau Tuhan memberi kemenangan kepada saya, mereka akan masuk Islam secara beramai-ramai. Tetapi jika itupun belum mereka lakukan, mereka pasti akan berperang, sebab mereka mempunyai kekuatan. Quraisy mengira apa. Saya akan terus berjuang, demi Allah, atas dasar yang diutuskan Allah kepada saya sampai nanti Allah memberikan kemenangan atau sampai leher ini putus terpenggal."


Kemudian ia berfikir, apa gerangan yang akan diperbuatnya. Keberangkatannya dari Medinah bukan akan berperang. Ia mau memasuki Tanah Suci hanya hendak berziarah ke Baitullah, ia hendak menunaikan kewajiban kepada Tuhan. Ia tidak mengadakan persiapan perang. Boleh jadi juga kalaupun dia berperang dan dikalahkan, hal ini akan dijadikan kebanggaan oleh Quraisy. Atau barangkali Khalid dan 'Ikrima itu disuruh dengan tujuan sengaja hendak mencapai maksud itu, setelah diketahui bahwa ia berangkat bukan dengan maksud hendak berperang ?


Sementara Muhammad sedang berpikir-pikir itu pasukan Quraisy sudah tampak sejauh mata memandang. Tampaknya sudah tak ada jalan lagi buat Muslimin akan dapat mencapai tujuan, kecuali jika mau menerobos barisan itu. Dan jika pun terjadi pertempuran pihak Quraisy akan mempertahankan kehormatan dan tanah airnya. Suatu pertempuran yang memang tidak diingini oleh Muhammad. Akan tetapi Quraisy hendak memaksanya juga supaya ia bertempur dan supaya melibatkan diri ke dalam peperangan.


Muhammad memelihara perdamaian
Sungguhpun begitu pihak Muslimimpun tidak kurang pula semangat pertahanannya. Adakalanya dengan pedang terhunus saja sudah cukup buat mereka menangkis serangan musuh. Tetapi dengan demikian tujuannya jadi hilang, dan akan dipakai alasan oleh Quraisy di kalangan orang-orang Arab yang lain. Pandangannya lebih jauh dari itu, siasatnya lebih dalam dan lebih matang É Jadi, dia menyerukan kepada orang banyak itu sambil katanya: "Siapa yang dapat membawa kita ke jalan lain daripada tempat mereka sekarang berada?"


Dengan demikian ia masih berpegang pada pendapatnya hendak menempuh saluran damai yang sudah digariskannya sejak ia berangkat dari Medinah dan berniat hendak pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah.

Dalam pada itu kemudian ada seorang laki-laki yang bersedia membawa mereka ke tempat lain dengan melalui jalan berliku-liku antara batu-batu karang yang curam yang sangat sulit dilalui. Kaum Muslimin merasa sangat letih menempuh jalan itu. Tetapi akhirnya mereka sampai juga ke sebuah jalan datar pada ujung wadi. Jalan ini mereka tempuh melalui sebelah kanan yang akhirnya keluar di Thaniat'l-Murar, jalan menurun ke Hudaibiya di sebelah bawah kota Mekah.


Setelah pasukan Quraisy melihat apa yang dilakukan Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu, merekapun cepat-cepat memacu kudanya kembali ke tempat semula dengan maksud hendak mempertahankan Mekah bila diserbu oleh pihak Muslimin.

Bila kaum Muslimin sampai di Hudaibiya. Al-Qashwa' (unta kepunyaan Nabi) berlutut. Kaum Muslimin menduga ia sudah terlalu lelah. Tetapi Rasulullah berkata: "Tidak. Ia (unta itu) ditahan oleh yang menahan gajah dulu dari Mekah. Setiap ada ajakan dari Quraisy dengan tujuan mengadakan hubungan kekeluargaan, tentu saya sambut." Kemudian dimintanya orang-orang itu supaya turun dari kendaraan. Tetapi mereka berkata: "Rasulullah, kalaupun kita turun, di lembah ini tak ada air."


Mendengar itu ia mengeluarkan sebuah anak panah dari tabungnya lalu diberikannya kepada seseorang supaya dibawa turun kedalam salah sebuah sumur yang banyak tersebar di tempat itu. Bila anakpanah itu ditancapkan ke dalam pasir pada dasar sumur ketika itu airpun memancar. Orang baru merasa puas dan merekapun turun.

Mereka turun dari kendaraan. Akan tetapi pihak Quraisy di Mekah selalu mengintai. Lebih baik mereka mati daripada membiarkan Muhammad memasuki wilayah mereka dengan cara kekerasan sekalipun. Adakah agaknya mereka sudah mengadakan persiapan dan perlengkapan perang guna menghadapi Quraisy, kemudian Tuhan yang akan menentukan nasib mereka masing-masing dan Tuhan juga yang akan memutuskan persoalannya jika sudah mesti terjadi?!


Kearah inilah mereka sebagian berpikir dan pada kemungkinan ini pula pihak Quraisy itu berpikir. Sekiranya hal ini memang teriadi dan yang mendapat kemenangan pihak Muslimin, tentu tamatlah riwayat Quraisy itu di mata orang, untuk selama-lainanya- Posisi Quraisy jadi terancam kalau begitu, jabatan menjaga Ka'bah dan mengurus air para pengunjung dan segala macam upacara keagamaan yang dibanggakan kepada masyarakat Arab itu, akan hilang dari tangan mereka. Jadi apa yang harus mereka lakukan kalau begitu? Kedua kelompok itu masing-masing sekarang sedang memikirkan langkah berikutnya. Adapun Muhammad sendiri ia tetap berpegang pada langkah yang sudah digariskannya sejak semula, mengadakan persiapan untuk 'umrah, yaitu suatu langkah perdamaian dan menghindari adanya pertempuran; kecuali jika pihak Quraisy menyerangnya atau mengkhianatinya; tak ada jalan lain iapun harus menghunus pedang.


"Sebaliknya Quraisy, mereka masih maju-mundur. Kemudian terpikir oleh mereka akan mengutus beberapa orang terkemuka dari kalangan mereka; dan satu segi untuk menjajagi kekuatannya dan dari segi lain untuk merintangi jangan sampai masuk Mekah. Dalam hal ini yang datang menemuinya ialah Budail b. Warqa' dalam suatu rombongan yang terdiri dari suku Khuza'a. Oleh mereka ditanyakan, gerangan apa yang mendorongnya datang. Setelah dalam pembicaraan itu mereka merasa puas, bahwa ia datang bukan untuk berperang, melainkan hendak berziarah dan hendak memuliakan Rumah Suci, merekapun pulang kembali kepada Quraisy. Mereka juga ingin meyakinkan Quraisy, supaya orang itu dan sahabat-sahabatnya dibiarkan saja mengunjungi Rumah Suci. Akan tetapi mereka malah dituduh dan tidak diterima baik oleh Quraisy. Dikatakannya kepada mereka: Kalau kedatangannya tidak menghendaki perang, pasti ia takkan masuk kemari secara paksa dan kitapun takkan menjadi bahan pembicaraan orang.


Utusan Quraisy kepada Muhammad
Kemudian Quraisy mengutus orang lain yang sudah mengetahui keadaan mereka dari orang yang sudah diutus sebelumnya. Ia tidak akan serampangan supaya jangan dituduh pula oleh Quraisy. Dalam maksudnya hendak memerangi Muhammad itu Quraisy banyak menyandarkan diri kepada sekutunya dari golongan Ahabisy5. Terpikir oleh Quraisy pemimpin mereka ini yang hendak di utus, kalau-kalau bila sudah diketahui bahwa Muhammad tidak juga mau mengerti dan tidak ada saling pengertian dengan dia Quraisy akan merasa lebih mendapat dukungan dan akan lebih kuat mereka menghadapi Muhammad. Untuk itu maka berangkatlah Hulais pemimpin Ahabisy itu menuju ke perkemahan Muslimin.


Tatkala Nabi melihatnya ia datang, dimintanya supaya ternak kurban itu dilepaskan didepan matanya, supaya dapat melihat dengan mata kepala sendiri adanya suatu bukti yang sudah jelas, bahwa orang-orang yang oleh Quraisy hendak diperangi itu tidak lain adalah orang-orang yang datang hendak berziarah ke Rumah Suci. Hulais dapat menyaksikan sendiri adanya ternak kurban yang tujuhpuluh ekor itu, mengalir dari tengah wadi dengan bulu yang sudah rontok. Terharu sekali ia melihat pemandangan itu. Dalam hatinya timbul rasa keagamaannya. Ia yakin bahwa dalam hal ini pihak Quraisylah yang berlaku kejam terhadap mereka, yang datang bukan ingin berperang atau mencari permusuhan.


Sekarang ia kembali kepada Quraisy tanpa menemui Muhammad lagi. Diceritakannya kepada mereka apa yang telah dilihatnya. Tetapi begitu mendengar ceritanya itu, Quraisy naik pitam.

"Duduklah," kata mereka kepada Hulais. "Engkau ini Arab badui yang tidak tahu apa-apa."

Mendengar itu Hulais juga jadi marah. Diingatkannya bahwa persekutuannya dengan Quraisy itu bukan untuk merintangi orang dari Rumah Suci, siapa saja yang datang berziarah, dan tidak semestinya mereka akan mencegah Muhammad dan beberapa orang Ahabisy yang datang dengan dia ke Mekah. Takut akan akibat kemarahannya itu, Quraisy mencoba membujuknya kembali dan memintanya supaya menunda sampai dapat mereka pikirkan lebih lanjut.


Perutusan 'Urwa ibn Mas'ud
Kemudian terpikir oleh mereka hendak mengutus orang yang bijaksana dan dapat mereka yakinkan kebijaksanaannya. Hal ini mereka bicarakan kepada 'Urwa ibn Mas'ud ath-Thaqafi. Menanggapi pendapatnya mengenai sikap mereka yang keras dan memperlakukan tidak layak terhadap kepada utusan yang sebelumnya, mereka meminta maaf kepada 'Urwa. Setelah mereka minta maaf dan sekaligus menegaskan bahwa mereka sangat menaruh kepercayaan kepadanya dan yakin sekali akan kebijaksanaan dan pandangannya yang baik, ia pun berangkat menemui Muhammad dan dikatakannya bahwa Mekah juga tanah tumpah darahnya yang harus dipertahankan. Kalau ini sampai dirusak, yang akan diderita oleh penduduk yang tinggal di tempat itu, yang terdiri dari rakyat jelata yang campur-aduk, kemudian dia ditinggalkan oleh rakyat jelata itu, maka yang akan mengalami kecemaran yang cukup parah adalah Quraisy, suatu hal yang oleh Muhammad juga tidak diinginkan, sekalipun antara dia dengan Quraisy terjadi perang terbuka.


Ketika itu Abu Bakr berkata kepada 'Urwa dengan membantah keras, bahwa orang akan meninggalkan Rasullullah. 'Urwa mengajaknya berbicara sambil memegang janggut Muhammad. Sedang Mughira bin Syu'ba yang berdiri di arah kepala Rasul memukul tangan 'Urwa setiap ia memegang janggut Muhammad meskipun ia sadar bahwa sebelum ia masuk Islam, 'Urwa pernah menebuskan tigabelas diat atas beberapa orang yang telah dibunuh oleh Mughira.

Sekarang 'Urwa pulang kembali setelah ia mendapat keterangan dari Muhammad sama seperti yang juga diberikan kepada mereka yang datang sebelumnya, bahwa kedatangannya bukan hendak berperang, melainkan hendak mengagungkan Rumah Suci, menunaikan kewajiban kepada Tuhan.


"Saudara-saudara," katanya setelah ia berada kembali di tengah-tengah masyarakat Quraisy. "Saya sudah pernah bertemu dengan Kisra, dengan Kaisar dan dengan Negus di kerajaan mereka masing-masing. Tetapi belum pernah saya melihat seorang raja dengan rakyatnya seperti Muhammad dengan sahabat-sahabatnya itu. Begitu ia hendak mengambil wudu, sahabat-sahabatnya sudah lebih dulu bergegas. Begitu mereka melihat ada rambutnya yang jatuh, cepat-cepat pula mereka mengambilnya. Mereka takkan menyerahkannya bagaimanapun juga. Pikirkanlah kembali baik-baik."


Pembicaraan seperti yang kita kemukakan itu berjalan lama juga. Terpikir oleh Muhammad, mungkin utusan-utusan Quraisy itu tidak berani menyampaikan pendapatnya yang akan dapat meyakinkan pihak Quraisy. Oleh karena itu dari pihaknya ia lalu mengutus orang menyampaikan pendapatnya itu. Akan tetapi disini unta utusan itu oleh mereka ditikam. Bahkan utusan itu hendak mereka bunuh kalau tidak pihak Ahabisy segera mencegah dan utusan itu dilepaskan. Ini menunjukkan, bahwa dengan tingkah-lakunya itu pihak Mekah memang sudah dikuasai oleh jiwa kebencian dan permusuhan, yang membuat pihak Muslimin gelisah tidak sabar lagi, sampai-sampai ada diantaranya yang sudah berpikir sampai ke soal perang.


Sementara mereka sedang berusaha hendak mencapai persetujuan dengan jalan saling tukar-menukar utusan, beberapa orang yang tidak bertanggungjawab dari pihak Quraisy malam-malam keluar dan mereka ini melempari kemah Nabi dengan batu. Jumlah mereka ini pada suatu ketika sampai empatpuluh atau limapuluh orang, dengan maksud hendak menyerang sahabat-sahabat Nabi. Tetapi mereka ini tertangkap basah lalu di bawa kepada Nabi. Tahukah kita apa yang dilakukannya? Mereka itu dimaafkan semua dan dilepaskan, sebagai suatu tanda ia ingin menempuh jalan damai serta ingin menghormati bulan suci, jangan ada pertumpahan darah di Hudaibiya, yang juga termasuk daerah suci Mekah. Mengetahui hal ini pihak Quraisy terkejut sekali. Segala bukti yang hendak dituduhkan bahwa Muhammad bermaksud memerangi mereka, jadi gugur samasekali. Mereka yakin kini bahwa semua tindakan permusuhan dari pihak mereka terhadap Muhammad, oleh pihak Arab hanya akan dipandang sebagai suatu pengkhianatan kotor saja. Jadi berhak sekalilah Muhammad mempertahankan diri dengan segala kekuatan yang ada.


Kemudian Nabi 'alaihissalam sekali lagi berusaha hendak menguji kesabaran Quraisy dengan mengirimkan seorang utusan yang akan mengadakan perundingan dengan mereka. Umar bin'l-Khattab dipanggil dan dimintainya menyampaikan maksud kedatangannya itu kepada pemuka-pemuka Quraisy.

"Rasulullah," kata Umar. "Saya kuatir Quraisy akan mengadakan tindakan terhadap saya, mengingat di Mekah tidak ada pihak Banu 'Adi b. Ka'b yang akan melindungi saya. Quraisy sudah cukup mengetahui bagaimana permusuhan saya dan tindakan tegas saya terhadap mereka. Saya ingin menyarankan orang yang lebih baik dalam hal ini daripada saya yaitu Usman b. 'Affan."


Usman b'Affan diutus
Nabipun segera memanggil Usman b. 'Affan -menantunya- dan diutusnya kepada Abu Sufyan dan pemuka-pemuka Quraisy lainnya. Bila Usman berangkat membawa pesan itu, ketika memasuki Mekah terlebih dulu ia menemui Aban b. Sa'id yang kemudian memberikan jiwar (perlindungan) selama ia bertugas membawa tugas itu sampai selesainya. Sekarang Usman berangkat menemui pemimpin-pemimpin Quraisy itu dan menyampaikan pesannya. Tetapi kata mereka kepadanya: "Usman, kalau engkau mau bertawaf di Ka'bah, bertawaflah."


"Saya tidak akan melakukan ini sebelum Rasulullah bertawaf," jawab Usman. "Kedatangan kami kemari hanya akan berziarah ke Rumah Suci, akan memuliakannya, kami ingin menunaikan kewajiban ibadah di tempat ini. Kami telah datang membawa binatang korban, setelah disembelih kamipun akan kembali pulang dengan aman."

Quraisy menjawab, bahwa mereka sudah bersumpah tahun ini Muhammad tidak boleh masuk Mekah dengan kekerasan. Pembicaraan itu jadi lama, dan lama pula Usman menghilang dari Muslimin. Desas-desus segera timbul di kalangan mereka bahwa pihak Quraisy telah membunuhnya secara gelap dan dengan tipu-muslihat. Boleh jadi sementara itu pemimpin-pemimpin Quraisy dan Usman sedang sama-sama mencari suatu rumusan jalan tengah antara sumpah mereka supaya Muhammad jangan datang ke Mekah tahun ini dengan kekerasan, dengan keinginan pihak Muslimin yang akan bertawaf di Ka'bah serta menunaikan kewajiban kepada Tuhan. Boleh jadi juga mereka sudah akrab kepada Usman dan dalam pada itu mereka sama-sama mencari suatu cara yang akan mengatur hubungan mereka dengan Muhammad dan hubungan Muhammad dengan mereka.


Akan tetapi bagaimanapun juga pihak Muslimin di Hudaibiya sudah gelisah sekali memikirkan keadaan Usman. Terbayang oleh mereka kelicikan Quraisy serta tindakan mereka membunuh Usman dalam bulan suci. Semua agama orang Arab tidak membenarkan seorang musuh membunuh musuhnya yang lain di sekitar Ka'bah atau di sekitar Mekah yang suci. Terbayang pula oleh mereka kelicikan Quraisy itu terhadap orang yang datang mengunjungi mereka membawa pesan perdamaian dan tidak saling menyerang. Oleh karena itu mereka lalu meletakkan tangan mereka di atas empu pedang masing-masing, suatu tanda mengancam, tanda kekerasan dan kemarahan. Juga Nabi 'a.s, sudah merasa kuatir bahwa Quraisy telah mengkhianati dan membunuh Usman dalam bulan suci itu. Lalu katanya:


"Kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita dapat menghadapi mereka."

Ikrar Ridzwan
Dipanggilnya sahabat-sahabatnya sambil ia berdiri di bawah sebatang pohon dalam lembah itu. Mereka semua berikrar (berjanji setia) kepadanya untuk tidak akan beranjak sampai mati sekalipun. Mereka semua berikrar kepadanya dengan iman yang teguh, dengan kemauan yang keras. Semangat mereka sudah berkobar-kobar hendak mengadakan pembalasan terhadap pengkhianatan dan pembunuhan itu. Mereka menyatakan ikrar kepadanya (yang kemudian dikenal dengan nama) Bai'at'r Ridzwan (Ikrar Ridzwan). Untuk itulah firman Tuhan ini turun:


"Allah sudah rela sekali terhadap orang-orang beriman tatkala mereka berikrar kepadamu di bawah pohon. Tuhan telah mengetahui isi hati mereka, lalu di turunkanNya kepada mereka rasa ketenangan dan memberi balasan kemenangan kepada mereka dalam waktu dekat ini." (Qur'an, 48: 18)

Selesai Muslimin mengadakan ikrar itu Nabi 'a.s. menepukkan sebelah tangannya pada yang sebelah lagi sebagai tanda ikrar buat Usman seolah ia juga turut hadir dalam Ikrar Ridzwan itu. Dengan ikrar ini pedang-pedang yang masih tersalut dalam sarungnya itu seolah sudah turut guncang. Tampaknya bagi Muslimin perang itu pasti pecah. Masing-masing mereka tinggal menunggu saat kemenangan atau gugur sebagai syahid dengan rela hati.


Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba tersiar pula berita bahwa Usman tidak terbunuh. Dan tidak lama kemudian disusul pula dengan kedatangan Usman sendiri ke tengah-tengah mereka itu. Tetapi, sungguhpun begitu Ikrar Ridzwan ini tetap berlaku, seperti halnya dengan Ikrar 'Aqaba Kedua, sebagai tanda dalam sejarah umat Islam. Nabi sendiri senang sekali menyebutnya, sebab disini terlihat adanya pertalian yang erat sekali antara dia dengan sahabat-sahabatnya, juga memperlihatkan betapa benar keberanian mereka itu, bersedia terjun menghadapi maut, tanpa takut-takut lagi. Barangsiapa berani menghadapi maut, maut itu takut kepadanya. Dia malah akan hidup dan memperoleh kemenangan.


Perutusan Quraisy kepada Muhammad
Usman kembali. Apa yang di katakan Quraisy disampaikannya kepada Muhammad. Mereka sudah tidak ragu-ragu lagi bahwa kedatangannya dengan sahabat-sahabatnya itu hanya akan menunaikan ibadah haji. Mereka juga menyadari bahwa mereka tidak melarang siapa saja dari kalangan Arab yang akan datang berziarah dan melakukan umrah dalam bulan-bulan suci itu. Akan tetapi mereka sudah lebih dulu berangkat di bawah panji Khalid bin'l-Walid dengan tujuan akan memerangi dan mencegahnya masuk ke Mekah. Dan memang sudah terjadi benterokan-benterokan antara anak buah mereka dengan anak buah Muhammad. Kalau sesudah peristiwa itu mereka membiarkannya masuk ke Mekah, kalangan Arab akan bicara bahwa mereka sudah kalah menyerah kepadanya. Kedudukan dan kewibawaan mereka di mata orangsrang Arab itu akan jatuh. Oleh karena itu dengan maksud menjaga kewibawaan dan kedudukan mereka, untuk tahun ini mereka tetap bertahan pada pendirian dan sikap mereka itu. Baiklah ia juga memikirkan seperti mereka. Dia dan mereka, dengan sikapnya masing-masing. Begini ini pendiriannya dan begitu jalan keluar dari pendirian dan sikap masing-masing itu. Sebab kalau tidak, mau tidak mau tentu hanya jalan perang yang dapat ditempuh. Tetapi sebenarnya dalam bulan-bulan suci mereka tidak mau; dari satu segi mereka menghormati kesucian agama, dan dari segi lain, bila bulan suci ini sekarang tidak dihormati dan terjadi peperangan, maka untuk hari depan orang-orang Arab itu sudah merasa tidak aman lagi datang ke Mekah atau ke pasaran kota itu, sebab kuatir bulan-bulan suci itu akan dilanggar lagi. Ini suatu perkosaan terhadap perdagangan Mekah dan mata pencarian penduduk kota itu.


Perundingan kedua belah pihak
Pembicaraan diteruskan. Perundingan-perundingan antara kedua belah pihak sudah dimulai lagi. Pihak Quraisy mengutus Suhail b. 'Amr dengan pesan: "Datangilah Muhammad dan adakan persetujuan dengan dia. Dalam persetujuan itu untuk tahun ini ia harus pulang. Jangan sampai ada kalangan Arab mengatakan, bahwa dia telah berhasil memasuki tempat ini dengan kekerasan."

Sesampainya Suhail ke tempat Rasul, perundingan perdamaian dan syarat-syaratnya secara panjang lebar segera pula dibicarakan. Sekali-sekali pembicaraan itu hampir saja terputus, yang kemudian dilanjutkan lagi, mengingat bahwa kedua belah pihak sama-sama ingin mencapai hasil. Pihak Muslimin di sekeliling Nabi juga turut mendengarkan pembicaraan itu.


Ada beberapa orang dari mereka ini yang sudah tidak sabar lagi melihat Suhail yang begitu ketat dalam beberapa masalah, sedang Nabi menerimanya dengan cukup memberikan kelonggaran. Kalau tidak karena kepercayaan Muslimin yang mutlak kepada Nabi, kalau tidak karena iman mereka yang teguh kepadanya, niscaya hasil persetujuan itu tidak akan mereka terima. Akan mereka hadapi dengan perang supaya dapat masuk ke Mekah atau sebaliknya.

Abu Bakr dan Umar
Sampai pada akhir perundingan itu Umar bin'l-Khattab pergi menemui Abu Bakr dan terjadi percakapan berikut ini:

Umar: "Abu Bakr, bukankah dia Rasulullah?"
Abu Bakr: "Ya, memang!"
Umar: "Bukankah kita ini Muslimin?"
Abu Bakr: "Ya, memang!"
Umar: "Kenapa kita mau direndahkan dalam soal agama kita?"
Abu Bakr: "Umar, duduklah di tempatmu. Aku bersaksi, bahwa dia Rasulullah."
Setelah itu Umar kembali menemui Muhammad. Diulangnya pembicaraan itu kepada Muhammad dengan perasaan geram dan kesal. Tetapi hal ini tidak mengubah kesabaran dan keteguhan hati Nabi. Paling banyak yang dikatakannya pada akhir pembicaraannya dengan Umar itu ialah:

"Saya hamba Allah dan RasulNya. Saya takkan melanggar perintahNya, dan Dia tidak akan menyesatkan saya."

Perjanjian Hudaibiya (Maret 628)
Selain itu kesabaran Muhammad terlihat pula ketika terjadi penulisan isi persetujuan itu, yang membuat beberapa orang Muslimin jadi lebih kesal. Ia memanggil Ali b. Abi Talib dan katanya:
"Tulis: Bismillahir-Rahmanir-Rahim (Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang)."
"Stop!" kata Suhail.
"Nama Rahman dan Rahim ini tidak saya kenal. Tapi tulislah: Bismikallahuma (Atas namaMu ya Allah)."

Kata Rasulullah pula: "Tulislah: Atas namaMu ya Allah." Lalu sambungnya lagi: "Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad Rasulullah dan Suhail b. 'Amr."
"Stop," sela Suhail lagi. "Kalau saya sudah mengakui engkau Rasulullah, tentu saya tidak memerangimu. Tapi tulislah namamu dan nama bapamu."

Lalu kata Rasulullah pula: "Tulis: Inilah yang sudah disetujui oleh Muhammad b. Abdillah." Dan selanjutnya perjanjian antara kedua belah pihak itu ditulis, bahwa kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata selama sepuluh tahun - menurut pendapat sebagian besar penulis sejarah Nabi - atau dua tahun menurut al-Waqidi - bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy menyeberang kepada Muhammad tanpa seijin walinya, harus dikembalikan kepada mereka, dan barangsiapa dari pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy, tidak akan dikembalikan; bahwa barangsiapa dari masyarakat Arab yang senang mengadakan persekutuan dengan Muhammad diperbolehkan, dan barangsiapa yang senang mengadakan persekutuan dengan Quraisy juga diperbolehkan; bahwa untuk tahun ini Muhammad dan sahabat-sahabatnya harus kembali meninggalkan Mekah, dengan ketentuan akan kembali pada tahun berikutnya; mereka dapat memasuki kota dan tinggal selama tiga hari di Mekah dan senjata yang dapat mereka bawa hanya pedang tersarung dan tidak dibenarkan membawa senjata lain.


Perjanjian Hudaibiya mulai berlaku
Begitu perjanjian ini ditanda-tangani, pihak Khuza'a segera bersekutu dengan Muhammad dan Banu Bakr bersekutu pula dengan Quraisy. Selanjutnya begitu perjanjian ini ditandatangani begitu pula Abu Jandal b. Suhail b. 'Amr datang dan terus hendak menggabungkan diri dengan Muslimin, dan akan pergi bersama-sama pula. Tetapi Suhail sendiri melihat anaknya demikian dipukulnya mukanya dan direnggutnya ditentang leher untuk kemudian dikembalikan kepada Quraisy. Dalam pada itu Abu Jandal sendiri berteriak sekuat-kuatnya:

"Saudara-saudara Muslimin. Saya akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya ini?!"

Dengan peristiwa itu kaum Muslimin makin gelisah, makin tidak senang mereka pada hasil perjanjian yang diadakan antara Rasul dengan Suhail. Tetapi Muhammad lalu mengarahkan kata-katanya kepada Abu Jandal:
"Abu Jandal, tabahkan hatimu. Semoga Allah membuat engkau dan orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan suatu jalan keluar. Kita sudah menandatangani persetujuan dengan golongan itu, dan ini sudah kita berikan kepada mereka dan merekapun sudah pula memberikan kepada kita, dengan nama Allah. Kita tidak akan mengkhianati mereka."


Sekarang Abu Jandal kembali kepada Quraisy, sesuai vlengan isi persetujuan dan janji Nabi. Suhail juga lalu berangkat pulang ke Mekah.

Muhammad masih tinggal. Ia gelisah melihat keadaan orang-orang sekelilingnya. Kemudian ia sembahyang, dan keadaannya mulai tenang kembali. Ia berdiri, hewan korbannya mulai disembelih. Ia duduk kembali, rambut kepalanya dicukur sebagai tanda umrah sudah dimulai. Hatinya sudah merasa tenang, merasa tenteram. Melihat Nabi melakukan itu, dan melihat ketenangannya pula, merekapun bergegas pula menyembelih hewan dan mencukur rambut kepala - sebagian ada yang bercukur dan ada juga yang hanya memangkas (menggunting) rambut:

"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang mencukur rambut," kata Muhammad.
Orang-orang jadi gelisah sambil bertanya: "Dan mereka yang berpangkas rambut, ya Rasulullah ?"
"Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada mereka yang bercukur rambut," katanya lagi.
Orang-orang masih gelisah sambil bertanya: "Dan mereka yang berpangkas rambut, ya Rasulullah?"
"Dan mereka yang berpangkas rambut," katanya lagi.
"Rasulullah," kata setengah mereka lagi, "kenapa doa buat yang bercukur saja yang dinyatakan, bukan buat yang bergunting rambut?,,

"Karena mereka sudah tidak ragu-ragu."
"Tidak ada jalan lain buat Muslimin mereka mesti kembali ke Medinah dengan harapan akan kembali ke Mekah tahun depan. Sebahagian besar mereka itu membawa pikiran demikian ini dengan berat hati. Kalau tidak karena perintah Rasul, mereka takkan dapat menahan hati. Tiada biasanya mereka menerima kekalahan atau menyerah tanpa pertempuran. Karena iman mereka akan pertolongan Allah kepada Rasul dan agama, mereka tidak ragu-ragu lagi akan menyerbu Mekah, kalau saja Muhammad memerintahkan yang demikian itu.


Hudaibiya: suatu kemenangan yang nyata
Mereka tinggal di Hudaibiya selama beberapa hari lagi. Ada mereka yang bertanya-tanya tentang hikmah perjanjian yang dibuat oleh Nabi itu; ada pula yang dalam hati kecilnya masih menyangsikan adanya hikmah demikian itu. Akhirnya mereka berangkat pulang.

Sementara mereka di tengah perjalanan antara Mekah dengan Medinah tiba-tiba turun wahyu kepada Nabi dengan Surah Al-Fat-h. Firman Tuhan itupun oleh Nabi kemudian dibacakannya kepada sahabat-sahabat:

"Kami telah memberikan kepadamu suatu kemenangan yang nyata; supaya Tuhan mengampuni kesalahanmu yang sudah lalu dan yang akan datang, dan Tuhan akan mencukupkan karuniaNya kepadamu serta membimbing engkau ke jalan yang lurus." (Qur'an, 48: 1-2) Dan seterusnya sampai pada akhir Surah.

Tidak sangsi lagi kalau begitu bahwa Perjanjian Hudaibiya ini adalah suatu kemenangan yang nyata sekali. Dan memang demikianlah adanya. Sejarahpun mencatat, bahwa isi perjanjian ini adalah suatu hasil politik yang bijaksana dan pandangan yang jauh, yang besar sekali pengaruhnya terhadap masa depan Islam dan masa depan orang-orang Arab itu semua. Ini adalah yang pertama kali pihak Quraisy mengakui Muhammad, bukan sebagai pemberontak terhadap mereka, melainkan sebagai orang yang tegak sama tinggi duduk sama rendah. Dan sekaligus mengakui pula berdirinya dan adanya kedaulatan Islam itu. Kemudian juga suatu pengakuan bahwa Musliminpun berhak berziarah ke Ka'bah serta melakukan upacara-upacara ibadah haji; suatu pengakuan pula dari mereka, bahwa Islam adalah agama yang sah diakui sebagai salah satu agama di jazirah itu. Selanjutnya gencatan senjata yang selama dua tahun atau sepuluh tahun membuat pihak Muslimin merasa lebih aman dari jurusan selatan tidak kuatir akan mendapat serangan Quraisy, yang juga berarti membuka jalan buat Islam untuk lebih tersebar lagi. Bukankah orang-orang Quraisy yang merupakan musuh Islam paling gigih dan lawan berperang yang paling keras itu sekarang sudah tunduk, sedang sebelum itu mereka samasekali tidak pernah akan mau tunduk?


Kenyataannya setelah persetujuan perletakan senjata itu Islam memang tersebar luas, berlipat ganda lebih cepat daripada sebelumnya. Jumlah mereka yang datang ke Hudaibiya ketika itu sebanyak 1400 orang. Tetapi dua tahun kemudian, tatkala Muhammad hendak membuka Mekah jumlah mereka yang datang sudah sepuluh ribu orang. Mereka yang masih menyangsikan hikmah perjanjian Hudaibiya ini, yang sangat keberatan ialah adanya sebuah klausul dalam perjanjian itu yang menyebutkan, bahwa barangsiapa dari golongan Quraisy menyeberang kepada Muhammad tanpa seijin walinya, harus dikembalikan kepada mereka, dan barangsiapa dari pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy tidak akan dikembalikan kepada Muhammad. Tanggapan Muhammad dalam hal ini ialah apabila ada orang yang murtad dari Islam dan minta perlindungan Quraisy, orang semacam ini tidak perlu lagi kembali kepada jamaah Muslimin, dan siapa-siapa yang masuk Islam dan berusaha menggabungkan diri dengan Muhammad mudah-mudahan Tuhan akan membukakan jalan keluar.


Cerita Abu Bashir
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah itu memang membuktikan kebenaran pendapat Muhammad bahkan lebih cepat dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Juga ini menunjukkan, bahwa dengan persetujuan Hudaibiya itu Islam telah memperoleh keuntungan besar yang luarbiasa, dan dua bulan kemudian sesudah itu telah pula membukakan jalan buat Muhammad memulai mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan kepala-kepala negara asing mengajak mereka masuk Islam.


Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu memang membuktikan kebenaran pendapat Muhammad lebih cepat dari yang diduga sahabat-sahabatnya. Abu Bashir6 telah datang dari Mekah ke Medinah sebagai seorang Muslim. Sesuai dengan isi persetujuan ia mesti dikembalikan kepada Quraisy sebab ia pergi tidak seijin tuannya. Untuk itu maka Azhar b. 'Auf dan Akhnas b. Syariq berkirim surat kepada Nabi supaya orang itu dikembalikan. Surat-surat itu dibawa oleh seorang laki-laki dari Banu 'Amir yang datang bersama seorang budak.


"Abu Bashir," kata Nabi, "Kita telah membuat perjanjian dengan pihak mereka, seperti sudah kauketahui. Suatu pengkhianatan menurut agama kita tidak dibenarkan. Semoga Allah membuat engkau dan orang-orang Islam yang ditindas bersama kau merupakan suatu kelapangan dan jalan keluar. Berangkat sajalah engkau kembali kedalam lingkungan masyarakatmu."

"Rasulullah," kata Abu Bashir, "Saya akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik yang akan menyiksa saya karena agama saya ini."


Lalu Nabi mengulangi kata-kata tadi. Dan kedua orang itu pun berangkat. Sesampainya di Dhu'l-Hulaifa dimintanya kepada kawan seperjalanannya dari Banu 'Amir itu supaya memperlihatkan pedangnya Setelah digenggamnya erat-erat pedang itu ditangannya, diayunkannya kepada orang dari Banu 'Amir itu dan dibunuhnya orang itu. Sekarang sang budak lari ke jurusan Medinah, langsung menemui Nabi.

"Orang ini tampaknya dalam ketakutan," kata Nabi setelah melihat orang itu. Lalu katanya kepada orang tersebut, "He! Ada apa?"

"Teman tuan membunuh teman saya," kata orang itu.

Tidak lama kemudian Abu Bashir muncul dengan membawa pedang terhunus dan berkata dengan menujukan kata-katanya kepada Muhammad.

"Rasulullah," katanya. "Jaminan tuan sudah terpenuhi, dan Tuhan sudah melaksanakan buat tuan. Tuan menyerahkan saya ke tangan mereka dan dengan agama saya itu saya tetap bertahan, supaya jangan saya dianiaya atau dipermainkan karena keyakinan agama saya itu."

Sebenarnya Rasul tidak dapat menyembunyikan kekagumannya dan harapannya sekiranya dia punya anak buah. Sesudah itu Abu Bashir berangkat juga. Ia berhenti di Al-Ish, di pantai laut sepanjang jalur Quraisy ke Syam. Dalam perjanjian Muhammad dengan Quraisy ialah membiarkan jalan ini sebagai lalu-lintas perdagangan, yang tidak boleh diganggu olehnya atau oleh Quraisy. Tetapi setelah Abu Bashir pergi ke daerah itu dan hal ini didengar oleh umat Muslimin yang tinggal di Mekah serta tentang kekaguman Rasul kepadanya, sebanyak kira-kira tujuhpuluh laki-laki dari mereka ini lari pula menemuinya dan menggabungkan diri di tempat tersebut, lalu dijadikannya dia sebagai pemimpin mereka. Sekarang mereka bersama-sama mencegat Quraisy dalam perjalanan itu. Setiap orang yang berhasil mereka tangkap, mereka bunuh dan setiap ada kafilah dagang tentu mereka rampas. Ketika itulah Quraisy menyadari bahwa hal ini merupakan suatu kerugian besar buat mereka, apabila kaum Muslimin itu masih tetap tinggal di Mekah. Mereka memperhitungkan, bahwa usaha mengurung orang yang benar-benar teguh imannya, lebih berbahaya daripada membebaskannya. Tentu ia akan mencari kesempatan lari. Ia akan melancarkan perang yang tak berkesudahan terhadap mereka yang mengurungnya, dan mereka juga yang akan rugi. Seolah teringat oleh Quraisy ketika Muhammad hijrah ke Medinah. Ia mencegat perjalanan kafilah mereka. Perbuatan semacam itu mereka kuatirkan akan diulangi oleh Abu Bashir.


Sehubungan dengan inilah mereka lalu mengutus orang kepada Nabi. Dimintanya supaya ia mau menampung orang-orang Islam itu, dan supaya membiarkan jalan lalu-lintas itu kembali aman. Dengan demikian Quraisy telah mundur setapak dari apa yang secara gigih disyaratkan oleh Suhail b. 'Amr bahwa Muslimin Quraisy yang pergi menyeberang kepada Muhammad tidak seijin walinya harus di kembalikan ke Mekah. Dengan sendirinya syarat itu jadi gugur, yang dulu pernah membuat Umar bin'l-Khattab jadi gusar karenanya dan yang telah menyebabkan dia jadi marah-marah kepada Abu Bakr.


Selanjutnya Mulmammad telah menampung sahabat-sahabatnya itu dan jalan ke Syam itu pun kembali jadi aman.

Wanita-wanita Muslihat yang hijrah
Terhadap wanita-wanita Quraisy yang turut hijrah ke Medinah, Muhammad mempunyai pendapat lain lagi.

Setelah ada persetujuan gencatan senjata itu Umm Kulthum bt. 'Uqba b. Mu'ait keluar dari Mekah. Saudaranya, 'Umara dan Walid, yang kemudian menyusul, menuntut kepada Rasulullah supaya wanita itu dikembalikan kepada mereka sesuai dengan isi Perjanjian Hudaibiya. Akan tetapi Nabi menolak. Ia berpendapat, bahwa menurut hukum, kaum wanita tidak termasuk dalam persetujuan itu. Apabila ada wanita yang minta perlindungan, maka harus dilindungi. Disamping itu, bilamana wanita itu sudah masuk Islam, maka suaminya yang masih musyrik sudah tidak sah lagi. Mereka harus berpisah. Dalam hal inilah firman Tuhan datang:

"Orang-orang yang beriman. Apabila wanita-wanita yang beriman itu, datang hijrah kepada kamu hendaklah mereka itu kamu uji. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Bila kamu juga sudah mengetahui, bahwa mereka memang wanita-wanita yang beriman, jangan hendaknya mereka dikembalikan kepada orang-orang yang kafir. Mereka tidak halal buat (menjadi isteri) orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itupun tidak halal buat (menjadi suami) mereka. Dan bayarkanlah kepada (suami-suami) mereka apa yang sudah mereka nafkahkan. Tiada salahnya kamu menikah dengan mereka itu kalau sudah kamu bayarkan maharnya. Dan janganlah kamu bertahan pada perkawinan wanita-wanita kafir, dan mintalah apa yang telah kamu nafkahkan, begitupun biarlah mereka juga minta apa yang telah mereka nafkahkan. Demikian itulah Dia memberikan keputusan antara sesama kamu. Allah Maha mengetahui dan Maha Bijaksana." (Qur'an, 60: 10)


Apa yang dilakukan Muhammad
Sekali lagi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi itu membuktikan kebenaran kebijaksanaan Muhammad. Membenarkan pandangannya yang jauh serta politiknya yang, tepat sekali. Selanjutnya membuktikan pula, bahwa ketika ia membuat Perjanjian Hudaibiya itu ia telah meletakkan dasar yang kukuh sekali dalam kebijaksanaan politik dan penyebaran Islam. Dan inilah kemenangan yang nyata itu.

Dengan adanya Pelianjian Hudaibiya ini segala hubungan antara Quraisy dengan Muhammad telah menjadi tenang sekali. Masing-masing pihak sudah merasa aman pula. Sekarang Quralsy semua mencurahkan perhatiannya pada perluasan perdagangannya, dengan harapan kalau-kalau semua kerugian yang dialaminya selama perang antara Muslimin dengan Quraisy itu dapat ditarik kembali; demikian juga ketika jalan ke Syam itu tertutup perdagangannya terancam akan mengalami kehancuran.


Sebaliknya Muhammad, ia mencurahkan perhatiannya pada soal kelanjutan menyampaikan ajarannya kepada seluruh umat manusia di segenap pelosok dunia. Pandangannya diarahkan dalam langkah mencapai sukses untuk ketenteraman umat Muslimin di seluruh jazirah. Bidang itulah yang dilakukannya dengan mengirimkan utusan-utusan kepada raja-raja pada beberapa negara, disamping mengosongkan orang-orang Yahudi dari seluruh jazirah Arab, yang semuanya itu selesai samasekali sesudah perang Khaibar.


Catatan kaki:
1 Asalnya badana atau badn, yaitu unta atau sapi yang di sembelih (A)
2 Sebuah desa enam atau tujuh mil jauhnya dari Medinah, tempat pertemuan penduduk Medinah yang akan pergi haji.
3 Usfan, sebuah desa terletak antara Mekah dan Medinah, sekitar 60 km dari Mekah.
4 Kira'l-Ghamim sebuah wadi di depan 'Usfan, sekitar 8 mil (± 12 km).
5 Ahabisy ialah perkampungan di pegunungan (sebuah kabilah Arab ahli pelempar panah). Dinamakan demikian, karena warna kulit mereka yang hitam sekali, atau karena sifatnya yang mengelompok, atau juga di hubungkan pada Hubsy, nama sebuah gunung di hilir Mekah (lihat juga halaman 311).

6 Nama lengkapnya Abu Bashir 'Utba b. Usaid (atau b. Asid seperti dalam As-Sirat'n-Nabawiya oleh Ibn Hisyam, jilid tiga, p. 337) dari Thaqif, karena keyakinan agamanya telah dipenjarakan oleh Quraisy di Mekah. Kemudian ia melarikan diri menyusul Nabi ke Medinah (A).


Sumber :
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Penerbit PUSTAKA JAYA, Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat
Cetakan Kelima, 1980, Seri PUSTAKA ISLAM No.1

Minggu, 29 Januari 2012

BAB 19. DARI DUA PEPERANGAN KE HUDAIBIYA

Penyusunan masyarakat Arab
SELESAI perang Khandaq dan setelah hukuman dilaksanakan terhadap Banu Quraiza, keadaan Muhammad dan kaum Muslimin sudah makin stabil. Oleh orang-orang Arab mereka sangat ditakuti sekali. Banyak dari kalangan Quraisy sendiri mulai berpikir-pikir: tidakkah lebih baik bagi Quraisy sendiri kalau mereka berdamai saja dengan Muhammad, sebagai orang yang berasal dari mereka juga dan demikian juga sebaliknya, juga kaum Muhajirin, sebagai pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin mereka pula.


Kaum Muslimin sekarang merasa lega setelah pihak Yahudi yang berada di sekitar Medinah itu dapat dibersihkan sehingga mereka sudah tidak punya arti apa-apa lagi. Mereka masih tinggal di Medinah selama enam bulan lagi sesudah peristiwa itu. Mereka meneruskan hidup dalam usaha perdagangan, hidup tenteram dan sejahtera. Iman mereka akan risalah yang dibawa Muhammad makin dalam makin patuh mereka menjalankan ajaran-ajarannya. Berjalan bersama-sama dengan dia mereka menyusun suatu masyarakat Arab, dengan cara yang belum biasa bagi mereka sebelum itu. Bagaimana pun juga suatu masyarakat yang teratur harus ada, masyarakat yang punya eksistensi dan bersatu, seperti masyarakat yang berangsur-angsur terbentuk dibawah naungan Islam. Pada zaman jahiliah orang-orang Arab itu tidak pernah mengenal arti suatu organisasi yang tetap, selain daripada apa yang sudah berjalan menurut adat-istiadat. Mereka tidak punya suatu ketentuan keluarga, suatu undang-undang perkawinan dan syarat-syarat perceraian. Hubungan suami-isteri dan anak-anak yang ada hanyalah apa yang diberikan oleh bawaan iklim yang kadang sangat berlebih-lebihan dalam bertindak bebas, dan kadang membawa orang justru jadi beku dan terikat, sampai-sampai ke tingkat perbudakan dengan segala penindasannya. Maka kini Islam datang dengan menyusun suatu masyarakat Islam yang baru tumbuh, yang belum lagi punya tradisi. Dalam waktu singkat ia telah membukakan jalan dalam meletakkan bibit sebuah kebudayaan, yang kemudian tersusun terdiri dari peradaban Persia, Rumawi dan Mesir, serta di warnai dengan pola peradaban Islam, yang berkembang setapak demi setapak sampai ia mencapai kesempurnaannya tatkala firman Allah ini datang:


"Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu ini dan Kulengkapkan pula nikmatKu kepadamu, kemudian Kurelakan Islam itu menjadi agama kamu."1

Affair percintaan dan semangat perang
Apa pun juga pendapat orang tentang peradaban tanah Arab serta daerah pedalamannya, namun sudahkah kota-kota seperti Mekah dan Medinah mempunyai peradaban yang tidak dikenal oleh daerah pedalaman, ataukah juga ia masih berada pada tingkat permulaan? Pada dasarnya hubungan pria dan wanita dalam masyarakat Arab itu seluruhnya - berdasarkan bukti-bukti Qur'an serta peninggalan-peninggalan sejarah masa itu - tidak lebih adalah suatu hubungan jantan dengan betina, dengan sedikit perbedaan, sesuai dengan tingkat-tingkat kelompok dan golongan-golongan kabilah masing-masing, yang pada umumnya tidak jauh dari cara hidup yang masih mirip-mirip dengan tingkatan manusia primitif. Dalam hal ini kaum wanitanya pada zaman jahiliah yang mula-mula mempertontonkan diri, memamerkan kecantikannya dengan berbagai-bagai perhiasan yang bukan lagi terbatas hanya pada suaminya. Mereka pergi keluar sendiri-sendiri atau beramai-ramai untuk keperluan yang mereka adakan di tengah-tengah padang sahara. Di tempat ini pemuda-pemuda dan kaum pria lainnya menyambut mereka, dan mereka dipertemukan dengan kelompoknya masing-masing. Kedua belah pihak mereka sudah tidak peduli lagi, saling bertukar pandangan, saling bercumbu dengan kata-kata yang manis-manis, yang membuat si jantan jadi senang dan si betina jadi tenteram. Sudah begitu melekatnya cara hubungan demikian itu dalam hati mereka, sehingga Hindun isteri Abu Sufyan tidak segan-segan lagi mengatakan, di tengah-tengah peristiwa yang sangat genting dan gawat dalam perang Uhud, tatkala ia membakar semangat pasukan Quraisy:


Kamu maju kami peluk
Dan kami hamparkan kasur yang empuk
Atau kamu mundur kita berpisah
Berpisah tanpa cinta.

Pada beberapa kabilah masa itu masalah zina bukanlah suatu kejahatan yang patut mendapat perhatian. Masalah cumbu-cumbuan sudah merupakan salah satu kebiasaan semua orang. Sumber-sumber sejarah menyebutkan peristiwa-peristiwa percintaan yang dilakukan Hindun itu - dengan mengingat kedudukan Abu Sufyan yang begitu kuat dan penting tidak sampai mengubah kedudukan wanita itu, baik di kalangan masyarakatnya mau pun ditengah-tengah keluarganya. Bila ada wanita yang melahirkan anak, dan tidak diketahui siapa bapa anak itu, tidak segan-segan ia akan menyebutkan, laki-laki mana yang telah menjamahnya untuk kemudian menghubungkan anaknya kepada orang yang dianggapnya paling mirip.


Juga pada waktu itu masalah poligami dan perbudakan tanpa ada batas atau sesuatu ikatan. Laki-laki boleh kawin sesukanya, boleh mengambil gundik sesukanya. Mereka semua boleh saja beranak sesuka-sukanya. Soal ini tidak penting waktu itu, kecuali jika dianggap sebagai rahasia yang akan terbongkar dan dikuatirkan akan membawa malu serta apa yang kadang sampai menimbulkan ejek-mengejek. Tiada seorang yang mengetahui akan permusuhan atau peperangan yang mungkin timbul karenanya. Ketika itulah masalahnya jadi berubah sama sekali. Kalau dahulu orang melihat semangat cinta-berahi dan api asmara telah menutupi rasa keakraban, kini hal itu telah dicabik oleh adanya permusuhan yang dapat menyebabkan timbulnya api peperangan dan semangat pertempuran, Dan bila permusuhan ini sudah berkecamuk, maka masing-masing pihak akan menyebarkan desas-desus sesuka hati dan akan saling menuduh sesuka hati pula. Imajinasi orang Arab itu biasanya subur sekali, terbawa oleh cara hidupnya dibawah langit terbuka serta pengembaraannya dalam mencari rejeki. Ia didorong oleh cara yang berlebih-lebihan, dan kadang berdusta dalam soal-soal perdagangan.



Wanita, di negeri Arab dan di Eropa masa itu
Seorang orang Arab suka sekali pada waktu yang terluang dan diisinya dengan bercumbu. Dalam hal ini khayalnya bertambah subur, baik diwaktu damai mau pun waktu perang. Apabila diwaktu damai si buyung bertemu dengan si upik, berbicara dengan bahasa asmara, dengan kata-kata yang sedap, dengan pujian yang manis-manis, maka diwaktu perang dan dalam keadaan bermusuhan orang akan melihat si buyung ini juga membuka suara keras-keras ditujukan kepada si upik, yang dilihatnya didepannya dalam keadaan telanjang, sambil mengata-ngatainya, misalnya, tentang leher wanita itu, tentang dadanya, tentang payudaranya, tentang pinggangnya, tentang bokongnya dan sebagainya dengan cara permusuhan yang beraneka ragam, Khayalnya itu terangsang, yang mengenal wanita hanya sebagai betina dan yang akan menghamparkan kasur.


Kendatipun Islam sudah mengikis mental semacam itu, namun pengaruhnya masih saja ada seperti yang kita baca dalam sajak-sajak 'Umar b. Abi Rabi'a dan sajak-sajak erotik lainnya dalam sastra yang masih terpengaruh kepadanya, dalam zaman-zaman tertentu. Meskipun hanya sedikit sekali, namun pengaruhnya dalam sastra masih juga terasa sampai pada masa kita sekarang ini.

Bagi pembaca yang suka mengagumi Arab dan peradabannya, bahkan yang suka mengagumi Arab jahiliah sekalipun, gambaran demikian ini barangkali akan terasa agak dilebih-lebihkan. Pembaca demikian ini tentu dapat dimaafkan. Ia membandingkan gambaran yang kita kemukakan ini dengan fakta yang terjadi dalam masa sekarang, dengan segala hubungannya antara pria dengan wanita dalam perkawinan dan perceraian serta hubungan suami-isteri dengan anak-anaknya. Akan tetapi perbandingan demikian ini salah sekali, yang akibatnya akan sangat menyesatkan. Sebaliknya yang harus dibandingkan ialah antara masyarakat Arab yang salah satu seginya kita gambarkan terjadi dalam abad ketujuh Masehi itu dengan masyarakat-masyarakat beradab lainnya masa itu juga.


Wanita dalam undang-undang Rumawi
Rasanya tidak terlalu berlebih-lebihan kalau kita katakan, bahwa masyarakat-masyarakat Arab masa itu dengan segala yang sudah kita lukiskan, jauh lebih baik dari masyarakat-masyarakat lain yang sezaman, di Asia dan di Eropa. Kita tidak akan bicara tentang keadaan di Tiongkok, atau di India. Kita belum punya bahan-bahan yang cukup tentang itu. Pengetahuan kita tentang itu sedikit sekali, belum cukup adanya. Akan tetapi Eropa Utara dan Eropa Barat masa itu berada dalam kegelapan, yang dapat kita lihat dari susunan keluarganya, yang memang mirip-mirip susunan manusia primitif. Rumawi sebagai pemegang undang-undang masa itu, sebagai yang perkasa dan berkuasa, satu-satunya kerajaan yang paling kuat menyaingi Persia, menempatkan kedudukan kaum wanita dibandingkan dengan prianya, masih dibawah kedudukan wanita Arab, sekalipun yang di pedalaman. Menurut undang-undang Rumawi masa itu, wanita adalah harta benda milik laki-laki, dapat diperlakukan sehendak hati, ia berkuasa dari soal hidup sampai matinya, dipandang persis seperti budak. Dalam pandangan undang-undang Rumawi wanita tidak berbeda dengan budak. Ia menjadi milik bapanya, kemudian milik suaminya, lalu milik anaknya. Pemilikan demikian ini persis seperti memiliki budak atau seperti memiliki binatang dan benda mati. Wanita dipandangnya hanya sebagai pembangkit nafsu berahi. Ia tidak punya kuasa apa-apa terhadap sifat kebetinaannya, hingga mau tidak mau ia harus pura-pura berbuat sopan sedapat mungkin, dan ini tetap berlaku demikian selama berabad-abad kemudian dari apa yang sudah kita gambarkan tentang keadaan di jazirah Arab itu. Padahal Isa Almasih a.s. cukup hormat dan lemah-lembut kepada wanita. Beberapa orang pengikutnya merasa heran melihat dia begitu baik terhadap Maryam Magdalena, ketika ia berkata: "Barangsiapa dari kamu yang tidak berdosa, lemparilah dia dengan batu."


Tetapi Eropa yang sudah menganut Kristen tetap seperti dulu juga, seperti Eropa yang masih pagan, sangat merendahkan wanita. Hubungannya dengan pria bukan hanya dilihatnya sebagai hubungan jantan dan betina saja, bahkan dianggapnya sebagai hubungan perbudakan dan sangat hina, sehingga pada masa-masa tertentu ahli-ahli agamanya masih bertanya-tanya: Apakah wanita itu punya ruh yang akan dapat diadili, atau seperti hewan saja tanpa ruh dan tidak ada pengadilan Tuhan kepadanya dan tidak ada tempat pula di kerajaan Tuhan.


Muhammad dan reformasi sosial
Dengan wahyu yang diterimanya Muhammad dapat menentukan, bahwa takkan ada perbaikan masyarakat tanpa ada kerja-sama pria dan wanita, dalam arti saling bantu membantu sebagai saudara yang penuh kasih-sayang. Hak dan kewajiban wanita sama, dengan cara yang sopan, hanya laki-laki mempunyai kelebihan atas mereka itu. Tetapi pelaksanaannya secara sekaligus tidak mudah. Betapa pun tebalnya iman orang-orang Arab yang menjadi pengikutnya, namun mengajak dengan perlahan-lahan dan tanpa menyinggung perasaan, akan lebih mempertebal iman mereka serta memperbanyak pendukung. Demikian juga dalam setiap reformasi sosial, yang oleh Tuhan diwajibkan kepada kaum Muslimin. Bahkan dalam kewajiban-kewajiban agama sendiri: dalam sembahyang, puasa, zakat dan haji, demikian juga dalam larangan-larangannya, seperti minuman-minuman keras, judi, daging babi dan sebagainya.


Sehubungan dengan reformasi sosial ini serta ketentuan hubungan pria dan wanita, oleh Muhammad telah dimulai dengan contoh yang diberikannya melalui dirinya dengan isteri-isterinya yang disaksikan sendiri oleh semua kaum Muslimin. Masalah hijab (tabir) bagi isteri-isteri Nabi misalnya, sebelum perang Ahzab (Khandaq) tidak diwajibkan. Demikian juga pembatasan kepada empat orang isteri dengan syarat adil ditentukannya baru sesudah perang Ahzab, bahkan lebih dari setahun setelah perang Khaibar. Bagaimanakah Nabi dapat membina hubungan yang kuat antara laki-laki dan wanita atas dasar yang sehat, sebagai pengantar kepada adanya persamaan yang memang menjadi tujuan Islam itu? Ya, suatu persamaan yang menjadikan hak dan kewajiban wanita itu sama, dengan cara yang sopan sedang laki-laki mempunyai kelebihan atas mereka itu.


Pada mulanya hubungan pria dan wanita di kalangan Muslimin, seperti di kalangan Arab lainnya - sebagaimana sudah kita sebutkan - terbatas hanya pada hubungan jantan dan betina. Mempertontonkan diri dan memamerkan perhiasan (berdandan) dengan cara yang akan membuat laki-laki itu terangsang oleh kaum wanita setiap ada kesempatan, berarti akan saling menambah nafsu berahi antara laki-laki dengan perempuan. Sebaliknya, hal yang akan lebih dapat membatasi antara kedua belah pihak itu berarti akan lebih mendekatkan orang pada dasar kemanusiaan yang lebih tinggi, dasar persamaan jiwa dalam beribadat, yang hanya kepada Allah semata-mata.


Islam melarang mempertontonkan diri
Dengan adanya kelompok-kelompok Yahudi dan orang-orang munafik dalam Kota, serta sikap permusuhan mereka terhadap Muhammad dan terhadap kaum Muslimin, nyatanya mereka itu sampai berani pula menggoda wanita-wanita Islam yang akhirnya sampai mengakibatkan dikepungnya Banu Qainuqa' seperti yang sudah kita lihat. Meningkatnya gangguan-gangguan kepada wanita-wanita Islam itu telah menimbulkan problema-problema baru yang tidak seharusnya ada. Sekiranya wanita-wanita Islam itu tidak sampai memamerkan diri berdandan ketika mereka keluar rumah, niscaya mereka akan lebih mudah dikenal orang dan dengan demikian mereka tidak akan diganggu. Adanya problema-problema itu pun akan dapat dikurangi dan persamaan antara kedua jenis yang dikehendaki oleh Islam itupun dalam pelaksanaannya akan merupakan suatu permulaan yang baik pula - dengan tanpa dirasakan oleh kaum Muslimin - baik pria dan wanita - akan adanya suatu masa peralihan dalam konsepsi yang belum dibiasakan itu.


Dalam situasi yang semacam itulah firman Tuhan ini datang:

"Dan mereka yang mengganggu kaum laki-laki dan wanita yang sudah beriman, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat, orang-orang itu sebenarnya telah berbuat kebohongan dan dosa terang-terangan. Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, puteri-puterimu dan isteri-isteri orang-orang beriman, hendaklah mereka itu menutup tubuh dengan baju dalam. Dengan demikian mereka akan lebih mudah dikenal, dan karenanya mereka tidak akan diganggu. Sungguh Tuhan adalah Pengampun dan Penyayang. Kalau pun orang-orang munafik, orang-orang yang dalam hatinya berpenyakit dan orang-orang yang suka menghasut di dalam kota tiada juga berhenti (menyerang kamu) niscaya akan Kami dorong engkau menyerang mereka; kemudian mereka akan menjadi tetanggamu di tempat itu hanya sementara saja. Mereka sudah terkutuk. Di mana saja mereka berada, mereka ditangkap, dan dibunuh secara tidak kenal ampun. Begitulah ketentuan Tuhan terhadap mereka yang telah lampau, dan tidak akan ada ketentuan Tuhan itu yang berubah-ubah." (Qur'an 33: 58-62)


Dengan pendahuluan demikian itu, tidak sulit bagi kaum Muslimin dalam meninggalkan adat kebiasaan Arab dahulu kala itu. Demikian juga yang menjadi tujuan hukum Islam dengan penyusunan masyarakat atas dasar keluarga yang bersih dari segala hama sehingga masalah zina itu dianggap sebagai kejahatan besar, telah mempermudah setiap Muslim untuk menilai, bahwa wanita yang mempertontonkan diri kepada pria adalah suatu perbuatan tercela, sebab hubungan laki-laki dengan wanita tidak mengijinkan hal yang serupa itu. Dalam hal ini Tuhan berfirman:


"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman supaya mereka menahan penglihatan dan menjaga kehormatan mereka. Yang demikian akan lebih bersih buat mereka. Sungguh Tuhan mengetahui benar apa yang kamu perbuat. Juga katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman supaya mereka menahan penglihatan, memelihara kehormatan dan tiada menonjolkan perhiasannya (dandanan) selain yang memang nyata kelihatan. Hendaklah mereka menyampaikan tutup itu ke bagian dada; dan jangan menonjolkan dandanan itu selain kepada suami, bapa, bapa suami, anak-anak saudara, anak-anak suaminya, saudara-saudara atau anak-anak saudara, anak-anak suaminya, saudara-saudara atau anak-anak saudara, anak-anak saudara perempuan atau sesama wanita, yang menjadi miliknya atau pelayan-pelayan laki-laki yang sudah tidak punya keinginan atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita dan jangan pula menggerak-gerakkan kaki supaya perhiasannya yang tersembunyi diketahui orang. Orang-orang beriman, hendaklah kamu sekalian bertaubat kepada Allah kalau-kalau kamu berhasil." (Qur'an 24: 30-31)


Demikianlah prakteknya dalam Islam. Hubungan pria wanita itu berkembang setapak demi setapak meninggalkan yang lama. Jadi hubungan jantan-betina yang dikuatirkan akan menimbulkan fitnah, tak ada lagi. Sedang mengenai keperluan hidup sehari-hari lainnya dan yang mengenai segala hubungan pria-wanita, maka dalam semuanya adalah sama, semua hamba Allah, semua bekerja-sama untuk kebaikan dan untuk bertaqwa kepada Allah. Apabila ada pihak yang sudah terlanjur mau membangkitkan nafsu kelamin, baik laki-laki atau wanita, maka orang itu harus bertaubat kepada Tuhan. Tuhan Maha Pemurah, dan Pengampun.


Akan tetapi untuk mengubah semua itu, untuk mengalihkan mental Arab dari semua pendirian lama - seperti halnya dengan pendirian tentang keimanan kepada Allah Yang Maha Esa dan meninggalkan kepercayaan syirik - ke dalam mental yang baru, tidak akan cukup dalam waktu yang begitu singkat. Hal ini sudah wajar sekali. Benda yang sudah diacu dalam bentuk tertentu misalnya, tidak akan mudah mengubahnya, kalau tidak dengan sedikit demi sedikit. Dan bagaimana pun diusahakan mengubahnya namun yang akan dapat berubah tidak seberapa juga. Begitulah halnya hidup manusia yang hidup serba-benda (materialistis). Ia dibentuk oleh adat-kebiasaan yang sudah turun-temurun, oleh tradisi lingkungan dalam soal-soal hidupnya. Apabila dikehendaki adanya sesuatu perubahan, maka dalam memindahkan perubahan itu harus dengan berangsur-angsur, dan perubahan yang berangsur-angsur ini tidak akan terjadi kalau tidak mengubah diri-sendiri. Adakalanya orang dapat mengubah dalam arti mental dari satu segi saja dengan menghilangkan rintangan yang mungkin ada di hadapannya. Hal ini sudah dapat dilakukan Islam terhadap kaum Muslimin sehubungan dengan tauhid serta iman kepada Allah, kepada Rasul dan hari kemudian. Akan tetapi masih banyak segi-segi mental Arab itu yang belum lagi dapat di tembus, terutama dalam soal-soal hidup kebendaan. Oleh karenanya keadaan kaum Muslimin ketika itu tetap tidak begitu jauh dari suasana sebelum Islam. Mereka serba lamban, karena memang sudah menjadi bawaan cara hidup padang pasir, dan sudah terbiasa pula suka bicara dengan wanita.

Rumah tangga Nabi
Jadi apa yang sudah kita kemukakan mengenai perubahan yang dibawa oleh agama baru itu terhadap pandangan hidup mereka tentang hubungan laki-laki dengan perempuan, namun selain itu keadaan mereka masih seperti dahulu juga, atau mirip-mirip begitu. Banyak diantara mereka itu yang mau begitu saja memasuki rumah Nabi, kemudian mau duduk-duduk dan mau mengobrol dengan Nabi dan dengan isteri-isterinya. Padahal persoalan-persoalan kenabian yang begitu besar lebih penting daripada membiarkan Muhammad sibuk menghadapi pembicaraan mereka yang datang mengunjunginya itu, serta mereka yang mau mengobrol dengan isteri-isterinya dan yang kemudian pembicaraan-pembicaraan mereka itu dibawa kepadanya. Oleh karena itu AIlah menghendaki supaya Nabi dihindarkan dari soal-soal kecil semacam itu, maka ayat-ayat berikut ini datang:


"Orang-orang yang beriman! Janganlah kamu masuk ke dalam rumah Nabi, kecuali bila diijinkan dalam menghadapi suatu hidangan makan yang bukan sengaja mau mengintip-intip untuk itu. Tetapi bila kamu diundang, hendaklah kamu masuk. Maka apabila sudah selesai hendaklah kamu pergi, dan jangan mau enak-enak mengobrol. Sesungguhnya yang demikian itu sangat mengganggu Nabi, tetapi dia malu kepada kamu, sedang Allah tidak akan malu dalam hal kebenaran. Dan apabila ada sesuatu yang kamu minta dari mereka (isteri-isteri Nabi), mintalah dari belakang tirai. Hal ini akan lebih bersih dalam hati kamu dan hati mereka. Tiada semestinya kamu akan mengganggu Rasulullah, juga jangan pula kamu akan mengawini janda-jandanya setelah ia wafat; sebab yang demikian itu dipandang Tuhan sebagai (dosa) yang besar." (Qur'an, 33: 53)


Seperti halnya ayat-ayat ini turun ditujukan kepada orang-orang yang beriman dan yang juga sebagai bimbingan kepada mereka mengenai kewajiban mereka terhadap Nabi dan isteri-isterinya, juga kedua ayat berikut ini pun turun ditujukan kepada isteri-isteri Nabi dalam hal yang sama pula:

"Wahai isteri-isteri Nabi. Kamu tidak sama dengan wanita-wanita lain. Kalau kamu berbakti (kepada Allah), janganlah kamu berlemah-lembut dalam kata-kata, nanti timbul keserakahan orang yang hatinya berpenyakit (jahat). Tetapi katakanlah dengan kata-kata yang baik-baik saja. Tinggal sajalah kamu di dalam rumah. Jangan kamu mempertontonkan diri seperti kelakuan orang zaman jahiliah dahulu. Lakukanlah sembahyang, keluarkan zakat serta patuh kepada Allah dan RasulNya. Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan noda dari kamu, keluarga Nabi, dan membersihkan kamu sungguh-sungguh." (Qur'an, 33: 32-33)



Persiapan kehidupan sosial untuk masyarakat Islam
Demikian inilah persiapan kehidupan sosial yang baru yang dikehendaki oleh Islam untuk suatu masyarakat umat manusia. Landasannya ialah mengubah sama-sekali pandangan masyarakat itu akan hubungan laki-laki dengan wanita. Ia menghendaki dihapusnya segala tanggapan tentang sex (libido) yang menguasai pikiran manusia selama ini, dan dalam segala hal menganggapnya sebagai satu-satunya yang berkuasa. Dengan demikian yang dikehendaki ialah mengarahkan masyarakat itu sesuai dengan tujuan hidup umat manusia yang lebih tinggi dengan tidak mengurangi kesenangan hidupnya, yaitu kesenangan hidup yang tidak akan mengurangi pula kebebasannya untuk berkeinginan - apalagi sampai akan menghilangkan kebebasan untuk berkeinginan ini - dan yang akan melahirkan hubungan manusia dengan semesta alam. Dari tingkat hidup mengolah tanah, dari tingkat hidup usaha perindustrian dan perdagangan, yang bagaimana pun, ke tingkat yang lebih tinggi, setaraf dengan kehidupan orang-orang suci, dan akan berkomunikasi dengan cara malaikat. Puasa, salat, zakat yang telah ditentukan oleh Islam, ialah alat untuk mencapai taraf ini; yang akan mencegah perbuatan keji, kemungkaran serta pelanggaran. Sekaligus ia akan membersihkan jiwa dan hati orang dari segala penyakit menghambakan diri selain kepada Allah, disamping memperkuat tali persaudaraan antara sesama orang beriman, memperkuat hubungan antara manusia dengan segala yang ada dalam semesta alam ini.


Penyusunan suatu kehidupan sosial secara berangsur-angsur sebagai suatu persiapan kearah transisi besar yang telah disediakan oleh Islam bagi umat manusia ini, tidak mengurangi pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya dalam menantikan kesempatan hendak menghancurkan Muhammad. Tetapi juga Muhammad tidak kurang pula selalu waspada. Cepat-cepat ia bergerak untuk menanamkan rasa takut dalam hati pihak musuh, bila dianggap perlu.

Itu sebabnya, enam bulan kemudian setelah Banu Quraiza dapat dihancurkan, ia sudah merasakan adanya suatu gerakan lain di sekitar Mekah. Terpikir olehnya akan membalas kematian Khubaib b. 'Adi dan kawan-kawannya yang telah dibunuh oleh Banu Lihyan di Raji' dua tahun yang lalu itu. Akan tetapi maksudnya ini tidak diumumkan, kuatir pihak musuh akan segera berjaga-jaga. Untuk dapat menyergap pihak musuh ia pura-pura pergi ke Syam. Dengan membawa perlengkapan perang ia berangkat menuju ke arah utara.


Ekspedisi Banu Lihyan
Setelah yakin sekali bahwa Quraisy dan sekutu-sekutunya yang berdekatan tak ada yang menyadari maksudnya, ia pun membelok ke arah Mekah dengan berjalan lebih cepat lagi. Tetapi sesampainya di perkampungan Banu Lihyan di 'Uran, masyarakat setempat telah melihatnya ketika pertama kali ia menyusur jalan ke selatan. Dari mereka inilah Banu Lihyan mengetahui bahwa ia menuju ke tempat mereka. Mereka pun segera berlindung ke puncak-puncak bukit dengan membawa harta-benda yang ada. Nabi tidak sampai berhasil menyergap mereka.


Ketika itu ia lalu menugaskan Abu Bakr dengan membawa seratus orang pasukan menuju 'Usfan2 tidak jauh dari Mekah. Rasulullah sendiri kemudian kembali ke Medinah. Ketika itu panas musim sedang sampai di puncaknya, sehingga Nabi berkata: "Yang kembali dan yang bertobat jika dikehendaki Allah kiranya kepada Tuhan juga kami memuji syukur. Saya berlindung kepada Allah dari perjalanan yang sangat meletihkan ini, serta kedukaan karena diri kembali dari perjalanan3 dengan keburukan yang tampak pada keluarga dan harta-benda."


Pembersihan Banu Qarad
Baru beberapa malam saja Muhammad kembali ke Medinah, tiba-tiba datang 'Uyaina b. Hishn menyerang pinggiran kota itu. Di tempat tersebut ada beberapa ekor unta yang digembalakan, dijaga oleh seorang laki-laki dengan isterinya. Laki-laki itu oleh 'Uyaina dan kawan-kawannya dibunuh, unta diambil dan perempuan itu dibawa. Mereka segera pergi dengan perkiraan bahwa mereka telah dapat menyelamatkan diri dari pengejaran. Tetapi sebenarnya Salama b. 'Amr bin'l-Akwa' yang sudah lebih dulu memacu kudanya menuju hutan dengan bersenjatakan panah dan busur, ketika melintasi Thaniat'l-Wada' dan menjenguk ke bawah dari arah bukit Sal' rombongan yang sedang menggiring unta dan membawa wanita itu dilihatnya. Ketika itu pula ia berteriak meminta bantuan sambil terus mengikuti jejak rombongan itu. Ia melepaskan anak panahnya ke arah mereka, setelah ia berada agak lebih dekat. Dalam pada itu tiada henti-hentinya ia berteriak. Dan teriakan Salama itu akhirnya sampai juga kepada Muhammad. Maka kemudian ia pun memanggil-manggil penduduk Medinah: Ada bahaya! Ada bahaya!


Seketika itu juga pahlawan-pahlawan kota datang dari segenap penjuru. Setelah mendapat perintah mereka pun berangkat mengikuti jejak gerombolan itu. Dia sendiri mempersiapkan pasukannya lalu berangkat menyusul mereka. Ia berhenti di sebuah gunung di bilangan Dhu Qarad.

Sementara itu 'Uyaina dan anak buahnya sudah mempercepat langkah, ingin lekas-lekas bergabung dengan Ghatafan dan melepaskan diri dari pengejaran Muslimin. Akan tetapi pasukan Medinah berhasil mencapai barisan belakang mereka. Sebahagian unta itu dapat diselamatkan kembali dari tangan mereka. Kemudian Muhammad datang menyusul dan memberikan bantuannya. Wanita beriman yang dibawa oleh orang-orang Arab itu pun selamat pula. Ada beberapa orang dari sahabat-sahabat Nabi, terdorong oleh rasa panas hati, ingin terus mengejar 'Uyaina. Tetapi dilarang oleh Rasulullah, sebab sudah diketahuinya bahwa 'Uyaina dan anak buahnya sudah sampai ke tempat Ghatafan dan berlindung kepada mereka.


Ekspedisi menghadapi Banu'l-Mushtaliq
Bila kaum Muslimin kemudian kembali ke Medinah, isteri penjaga itu pun datang pula menyusul di atas seekor unta kepunyaan kaum Muslimin. Wanita itu sudah bernadar, bahwa kalau unta itu dapat diselamatkan, akan disembelihnya seekor sebagai kurban buat Tuhan. Tetapi setelah nadarnya disampaikan kepada Nabi' Nabi berkata: "Suatu balasan yang buruk sekali, Tuhan sudah mengantarkan engkau dan menyelamatkan engkau dengan unta itu, lalu unta itu yang akan kausembelih. Nadar dengan berdosa kepada Tuhan tidak berlaku, juga atas sesuatu yang tidak kaupunyai."


Sesudah itu Muhammad tinggal di Medinah hampir dua bulan sudah. Kemudian terjadi suatu ekspedisi terhadap Banu Mushtaliq di Muraisi' - suatu ekspedisi yang telah dijadikan bahan studi oleh setiap ahli sejarah dan penulis sejarah hidup Nabi. Soalnya bukan karena ekspedisi itu sangat penting, atau karena kedua belah pihak - Muslimin dan musuhnya - bertempur mati-matian sampai melampaui batas, tetapi karena kenyataan adanya malapetaka yang kemudian hampir menjalar kedalam tubuh Muslimin sendiri kalau tidak segera Rasul mengambil langkah yang sangat baik sekali, tegas dan meyakinkan; juga karena kemudian Rasul kawin dengan Juwairiah bt. al-Harith, dan karena ekspedisi ini telah pula menimbulkan hadith'l-ifk - peristiwa kebohongan - tentang diri Aisyah. Peristiwa ini telah menempatkannya kedalam persoalan iman dan kekuatan hati - sementara usianya masih enambelas tahun - sehingga segalanya tidak akan berdaya, hanya karena keagungan iman dan kekuatan hati itu jugalah.


Bahwa kegiatan Banu Mushtaliq - yang merupakan bagian dari Khuza'a - yang telah mengadakan persepakatan dalam perkampungan mereka di dekat Mekah, beritanya telah sampai pula kepada Muhammad. Mereka sedang mengerahkan segala potensi dengan maksud hendak membunuh Muhammad dengan dipimpin oleh komandan mereka Al-Harith b. Abi Dzirar. Rahasia ini diperoleh Muhammad dari salah seorang orang badwi. Maka iapun cepat-cepat berangkat sementara mereka sedang lengah, seperti biasanya bila ia menghadapi musuh. Pimpinan pasukan Muhajirin di tangan Abu Bakr dan pimpinan pasukan Anshar di tangan Sa'd b. 'Ubada. Pihak Muslimin ketika itu sudah berada di sebuah pangkalan air yang bernama Muraisi', tidak jauh dari wilayah Banu Mushtaliq. Kemudian Banu Mushtaliq dikepung. Pihak-pihak yang tadinya datang hendak memberikan pertolongan sekarang mereka sudah lari. Dari Banu Mushtaliq sepuluh orang terbunuh' dari Muslimin seorang, konon bernama Hisyam b. Shubaba, dibunuh oleh salah seorang dari Anshar, yang keliru dikira dari pihak musuh.


Fitnah Abdullah b. Ubayy
Setelah terjadi sedikit saling hantam dengan panah, tak ada jalan lain buat Banu Mushtaliq mereka harus menyerah dibawah tekanan pihak Muslimin yang kuat dan bergerak cepat itu. Mereka dibawa sebagai tawanan perang, begitu juga wanita mereka, unta dan binatang ternak yang lain. Dalam pasukan tentara itu Umar ibn'l-Khattab mempunyai orang upahan yang bertugas menuntunkan kudanya. Selesai pertempuran orang ini pernah berselisih dengan salah seorang dari kalangan Khazraj karena soal air. Mereka jadi berkelahi dan sama-sama berteriak. Pihak Khazraj berkata: "Saudara-saudara Anshar!" Sedang orang sewaan Umar berkata pula: "Saudara-saudara Muhajirin!"


Teriakan demikian itu terdengar juga oleh Abdullah b. Ubayy, yang ketika itu bersama-sama dengan orang-orang munafik turut pula dalam ekspedisi dengan harapan akan beroleh bagian rampasan perang. Dendamnya kepada pihak Muslimin dan kepada Muhammad segera timbul. Dalam hal ini ia berkata kepada kawan-kawannya:

"Di kota kita ini sudah banyak kaum Muhajirin. Penggabungan kita dengan mereka akan seperti kata peribahasa: 'Membesarkan anak harimau.'4 Sungguh, kalau kita sudah kembali ke Medinah, orang yang berkuasa akan mengusir orang yang lebih hina."


Kemudian kepada golongannya yang hadir waktu itu ia berkata: "Inilah yang telah kamu perbuat sendiri. Kamu benarkan mereka tinggal di negerimu ini, dan kamu bagi harta-bendamu dengan mereka. Demi Allah, kalau apa yang ada pada kamu itu kamu pertahankan, pasti mereka akan beralih ke tempat lain."

Percakapannya itu dibawa orang kepada Rasulullah, yang ketika itu baru selesai menghadapi musuh. Ketika itu Umar ibn'l-Khattab hadir. Mendengar itu Umar marah sekali.

"Perintahkan kepada Bilal supaya membunuhnya," katanya.


Seperti biasanya, disini Nabi memperlihatkan sikap sebagai seorang pemimpin yang sudah matang, bijaksana dan punya pandangan jauh. Berpaling kepada Umar ia berkata:

"Umar bagaimana kalau sampai menjadi pembicaraan orang dan orang mengatakan, bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya sendiri?"

Akan tetapi dalam pada itu ia sudah mempertimbangkan, bahwa soalnya akan jadi rumit sekali kalau tidak segera diambil langkah yang tegas. Oleh karena itu diperintahkannya agar diumumkan untuk segera berangkat dalam waktu yang tidak biasanya kaum Muslimin meninggalkan tempat itu. Berita yang disampaikan orang kepada Nabi itu sampai juga kepada Ibn Ubayy. Cepat-cepat ia menemui Nabi hendak membantah adanya berita yang dihubungkan kepadanya itu. Ia bersumpah atas nama Tuhan, bahwa dia tidak mengatakan dan tidak pernah bicara begitu. Tetapi ini tidak mengubah keputusan Muhammad hendak meninggalkan tempat itu. Bahkan sepanjang hari hingga sore dan sepanjang malam hingga pagi harinya lagi terus-menerus ia memimpin perjalanan itu hingga pada pertengahan hari kedua tatkala terik matahari sudah terasa sangat mengganggu.


Setelah sampai, karena sudah sangat lelah, begitu badan mereka menyentuh lantai, mereka pun segera tertidur. Karena sangat lelah orang sudah lupa cakap Ibn Ubayy. Sesudah itu mereka pulang ke Medinah dengan membawa rampasan perang dan orang-orang tawanan Banu Mushtaliq, diantaranya Juwairia bint'l-Harith b. Abi Dzirar, pemimpin dan komandan daerah yang sudah dikalahkan itu.

Kedengkian Ibn Ubayy kepada Nabi
Kaum Muslimin sudah sampai di Medinah. Abdullah ibn Ubayy pun sudah di sana. Ia sudah tidak pernah tenang, hatinya gelisah selalu, terbawa oleh rasa dengki kepada Muhammad dan kepada Muslimin. Pura-pura ia sebagai orang Islam, bahkan sebagai orang beriman, meskipun masih gigih ia membantah berita yang bersumber dari dia ditujukan kepada Rasulullah di Muraisi' itu. Pada waktu itulah Surah Munafiqin ini turun: "Mereka itulah yang berkata: "Jangan memberikan bantuan apa-apa kepada mereka yang di sekitar Rasulullah, supaya mereka berpisah." Padahal segala perbendaharaan langit dan bumi milik Allah. Tetapi orang-orang munafik itu tidak mengerti. Kata mereka: "Kalau kita sudah kembali ke Medinah, orang yang berkuasa akan mengusir orang yang lebih hina." Padahal sebenarnya kekuasaan itu milik Allah dan Rasul-Nya beserta orang-orang yang beriman, hanya saja orang-orang munafik itu tidak mengetahui." (Qur'an, 63: 7-8)


Perjuangan batin yang berat
Dengan demikian lalu ada orang-orang yang mengira bahwa ayat-ayat itu merupakan hukuman terhadap Abdullah bin Ubayy, dan Muhammad pasti akan memerintahkan supaya ia dibunuh. Ketika itu Abdullah b. Abdullah b. Ubayy, yang sudah menjadi seorang Muslirn yang baik, datang dengan mengatakan:

"Rasulullah, saya mendengar tuan ingin supaya Abdullah b. Ubayy itu dibunuh. Kalau memang begitu, tugaskanlah pekerjaan itu kepada saya. Akan saya bawakan kepalanya kepada tuan. Orang-orang Khazraj sudah mengetahui, tak ada orang yang begitu berbakti kepada ayahnya seperti yang saya lakukan. Saya kuatir tuan akan menyerahkan tugas ini kepada orang lain. Kalau sampai orang lain itu yang membunuhnya, maka saya takkan dapat menahan diri, membiarkan orang yang membunuh ayah saya itu berjalan bebas. Tentu akan saya bunuh dia dan berarti saya membunuh orang beriman yang membunuh orang kafir. Maka saya akan masuk neraka."


Begitulah kata-kata Abdullah b. Abdullah b. Ubayy kepada Muhammad. Saya rasa tak ada suatu kata-kata yang lebih dalam dari ucapannya itu dengan begitu kuat meskipun singkat dalam melukiskan suasana batin yang sedang gelisah, batin yang dibawa oleh pengaruh pergolakan yang dahsyat sekali dalam jiwanya: gelisah karena pengaruh rasa berbakti kepada ayah dan pengaruh iman yang sungguh-sungguh disamping rasa harga diri sebagai orang Arab serta rasa cintanya akan kesejahteraan Muslimin supaya jangan tirnbul dendam yang berlarut-larut.


Inilah perasaan seorang anak yang melihat ayahnya akan dibunuh. Dia tidak minta kepada Nabi supaya ayahnya jangan dibunuh, sebab dia Nabi, dia akan tunduk kepada perintah Tuhan, dan yakin pula akan keingkaran ayahnya. Tetapi karena kuatir akan sampai menuntut balas kepada orang yang kelak akan membunuh ayahnya yang diharuskan oleh rasa baktinya kepada ayah dan oleh rasa kehormatan dan harga diri - maka dia sendirilah yang akan memikul beban itu, dia sendiri yang akan membunuh ayahnya; kepalanya akan dibawanya sendiri kepada Nabi, betapapun itu akan sangat menyayat hati dan perasaannya.


Nabi memaafkan Ibn Ubayy
Dengan imannya itu ia merasa agak mendapat hiburan juga menghadapi hal luar biasa yang menekan perasaan itu. Ia kuatir akan masuk neraka apabila ia membunuh seorang mukmin yang telah mendapat perintah Nabi membunuh ayahnya. Sungguh suatu perjuangan yang sangat dahsyat antara iman di satu pihak dengan perasaan dan moral di pihak lain. Suatu perjuangan batin yang sungguh fatal menghunjam ke dalam hati, sungguh tragis! Tetapi, tahukah kita betapa jawaban Nabi kepada Abdullah setelah mendengar itu?

"Kita tidak akan membunuhnya. Bahkan kita harus berlaku baik kepadanya, harus menemaninya baik-baik selama dia masih bersama dengan kita."

Memaafkan. Sungguh indah dan agung maaf itu. Muhammad berlaku begitu baik kepada orang yang telah menghasut penduduk Medinah supaya memusuhinya dan memusuhi sahabat-sahabatnya. Biarlah sikap baiknya dan kemaafannya itu memberi bekas yang lebih dalam daripada kalau ia menjatuhkan hukuman kepada orang itu.

Sejak itu apabila Abdullah b. Ubayy mencoba mau bermain api, golongannya sendiri menegurnya, menyalahkannya dan membuatnya ia merasa bahwa sisa hidupnya itu dari pemberian Muhammad. Tatkala pada suatu hari Nabi sedang bicara-bicara dengan Umar mengenai masalah-masalah kaum Muslimin, sampai juga menyebut-nyebut Abdullah b. Ubayy' begitu juga tentang golongannya sendiri yang menegurnya dan menyalahkannya itu.


"Umar, bagaimana pendapatmu," kata Muhammad. "Ya, kalau kau bunuh dia ketika kaukatakan kepadaku supaya dibunuh saja, tentu akan jadi gempar karenanya. Kalau sekarang kusuruh bunuh tentu akan kaubunuh."

"Sungguh sudah saya ketahui, bahwa perintah Rasulullah lebih besar artinya daripada perintah saya."

Tertinggal tak terasa
Semua peristiwa itu terjadi setelah kaum Muslimin - dengan membawa tawanan dan rampasan perang - kembali ke Medinah. Akan tetapi lalu ada suatu peristiwa yang pada mulanya tidak memberi bekas apa-apa, tetapi kemudian menjadi pembicaraan yang panjang juga. Soalnya ialah Nabi mengadakan undian terhadap isteri-isterinya bila akan berangkat mengadakan ekspedisi. Barangsiapa yang keluar namanya maka dialah yang ikut serta. Sorenya pada waktu mau mengadakan ekspedisi terhadap kepada Banu Mushtaliq, maka yang keluar ialah nama Aisyah. Jadi dia yang dibawa. Aisyah adalah seorang wanita yang berperawakan kecil, ringan. Bila pelangkin sudah diantarkan orang sampai di depan pintu rumahnya, dia pun naik. Lalu mereka membawanya pada punggung unta. Karena ringannya, mereka hampir tidak dapat merasakan.


Selesai Nabi dari tugas perjalanan itu, dengan rombongannya ia berangkat lagi meneruskan perjalanan yang panjang dan sangat meletihkan seperti sudah kita sebutkan. Sesudah itu ia menuju Medinah. Sampai di suatu tempat dekat kota ia berhenti dan bermalam di tempat itu. Kemudian diumumkan kepada rombongan, perjalanan akan diteruskan lagi.

Karena hendak menunaikan hajat, Aisyah ketika itu sedang keluar dari kemah Nabi, sedang pelangkin sudah menunggu di depan kemah, menantikan ia masuk kembali. Aisyah mengenakan seutas kalung yang ketika sedang menyelesaikan keperluannya, kalung itu lepas dari lehernya. Sesudah siap kembali ia akan berangkat, dirabanya kalung itu sudah tidak ada. Ia kembali menyusur jalan sambil mencari-carinya. Dan barangkali lama juga ia mencarinya, baru kemudian benda itu diketemukannya kembali. Mungkin sementara itu ia terlena karena sudah begitu lelah selepas perjalanan itu. Bila ia kembali ke markas untuk kemudian naik ke atas pelangkin, ternyata pelangkin itu sudah dipasang kembali di punggung unta dengan perkiraan bahwa dia sudah berada didalamnya lalu mereka berangkat juga dengan anggapan bahwa mereka sedang membawa Umm'l-Mu'minin, isteri yang sangat dekat ke dalam hati Nabi. Dalam markas itu orang yang akan dapat ditanyai tidak ada. Dia tidak merasa takut bahkan dia yakin bahwa apabila rombongan itu nanti mengetahui dia tidak ada, tentu mereka akan kembali ke tempatnya semula. Jadi lebih baik dia tidak meninggalkan tempat itu; daripada mengarungi padang pasir tanpa pedoman; ia akan sesat karenanya. Tanpa merasa takut, dengan berselimutkan pakaian luarnya ia berbaring di tempat itu, sambil menunggu orang yang akan datang mencarinya.


Sementara ia sedang berbaring itu, Shafwan bin'l-Mu'attal lewat di tempat tersebut, yang juga terlambat dari rombongan tentara karena harus menunaikan urusannya pula. Ia sudah pernah melihatnya sebelum ada ketentuan hijab terhadap isteri-isteri Nabi. Setelah melihatnya, ia terkejut sekali dan surut sambil berkata: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un! Isteri Rasulullah s.a.w.? Kenapa sampai tertinggal? Semoga rahmat Tuhan juga." Aisyah tidak menjawab. Didekatkannya untanya itu dan dia sendiri mundur sambil berkata: "Naiklah."


Setelah Aisyah naik kemudian ia berangkat dengan unta itu cepat-cepat hendak menyusul rombongan yang lain. Tetapi tidak terkejar juga, karena ternyata mereka mempercepat perjalanan, ingin segera sampai di Medinah, agar dapat beristirahat setelah mengalami perjalanan yang cukup meletihkan, yang juga diperintahkan oleh Rasulullah guna menghindarkan fitnah yang hampir-hampir terjadi akibat perbuatan Ibn Ubayy itu.

Shafwan memasuki Medinah pada siang hari disaksikan oleh orang banyak sementara Aisyah di atas untanya. Sampai di depan rumahnya dalam rangkaian rumah isteri-isteri Rasul, ia pun masuk. Tak terlintas dalam pikiran orang bahwa hal ini akan dijadikan buah bibir, atau akan menimbulkan syak karena ia terlambat dari rombongan, juga dalam hati Rasul tidak terlintas suatu prasangka buruk terhadap Shafwan, seorang orang mukmin yang beriman teguh.


Sebenarnya tidak perlu sampai menjadi buah bibir; dia memasuki Medinah di depan mata orang banyak, di belakang pasukan tentara yang juga datang dalam waktu hampir bersamaan sehingga tidak perlu harus menimbulkan sesuatu prasangka. Dia datang disaksikan oleh orang banyak dengan wajah bersih dan berseri-seri, tak ada tanda-tanda yang akan menimbulkan kecurigaan. Seharusnya biarlah kota Medinah berjalan seperti biasa. Biarlah hasil rampasan perang dan tawanan perang Banu Mushtaliq itu dibagi-bagi antara sesama kaum Muslimin, biarlah mereka menikmati hidup sejahtera, yang makin hari sudah makin terasa. Iman mereka pun makin dalam menanamkan rasa harga diri dalam menghadapi musuh, di samping adanya kesungguhan hati, keberanian menghadapi maut demi Allah, untuk agama dan untuk kebebasan orang lain menganut kepercayaan agamanya, kebebasan yang sebelum itu tidak pula dikenal oleh masyarakat Arab.


Juairia bt. al-Harith
Juwairia bint'l-Harith termasuk salah seorang tawanan perang Banu Mushtaliq. Dia memang seorang wanita cantik dan manis. Ia jatuh menjadi bagian salah seorang Anshar. Dalam hal ini ia ingin menebus diri, tetapi mengetahui bahwa dia puteri seorang pemuka Banu Mushtaliq, dan ayahnya akan mampu menebus berapa saja diminta, maka tebusan yang diminta itu cukup tinggi. Kuatir akan membawa akibat yang melampaui batas, maka Juwairia sendiri segera pergi menemui Nabi, yang ketika itu sedang berada di rumah Aisyah.


"Saya Juwairia puteri al-Harith bin Abi Dzirar, pemimpin masyarakat," katanya. "Saya mengalami bencana, seperti sudah tuan ketahui tentunya. Tetapi karena saya sudah menjadi milik si anu, maka saya telah memajukan penawaran guna membebaskan diri saya. Kedatangan saya kemari ingin mendapat bantuan tuan mengenai penawaran saya itu."

"Maukah engkau dengan yang lebih baik dari itu?" tanya Nabi

"Apa ?"

"Saya penuhi penawaranmu dan saya kawin dengan kau."

Setelah berita itu tersiar, sebagai penghormatan kepada semenda Rasulullah dengan Banu Mushtaliq, tawanan-tawanan perang yang ada di tangan mereka segera mereka bebaskan; sehingga mengenai Juwairia ini Aisyah pernah berkata: Tak pernah saya lihat ada seorang wanita lebih besar membawa keuntungan buat golongannya seperti dia ini.


Demikianlah sebuah sumber menyebutkan Ada pula sumber lain yang mengatakan, bahwa al-Harith b. Abi Dzirar datang mengunjungi Nabi hendak menebus puterinya itu, dan dia sendiri pun masuk Islam setelah dia percaya akan ajaran Nabi, dan bahwa dia mengambil Juwairia puterinya yang juga lalu masuk Islam seperti ayahnya. Kemudian Muhammad meminangnya dan mengawininya, dengan mas kawin sebesar 400 dirham.

Seterusnya sumber ketiga menyebutkan, bahwa ayahnya tidak senang dengan perkawinan ini, bahkan dia tidak setuju, dan bahwa yang mengawinkannya dengan Nabi ialah salah seorang kerabatnya tanpa sekehendak ayahnya.


Setelah Muhammad kawin dengan Juwairia, dibuatkannya rumah di samping rumah-rumah isterinya yang lain didekat mesjid. Dengan demikian ia menjadi Ibu kaum Muslimin pula.

Sementara itu orang di luaran mulai pula berbisik-bisik kenapa Aisyah terlambat di belakang pasukan tentara dan datang bersama Shafwan menumpang untanya, sedang Shafwan seorang pemuda yang tampan dan tegap.

Saudara perempuan Zainab bt. Jahsy yang bernama Hamna, sudah mengetahui bahwa Aisyah dalam hati Muhammad mempunyai tempat melebihi saudaranya itu. Ia segera menyebarkan desas-desus orang tentang Aisyah ini. Ia mendapat dukungan Hassan b. Thabit, dan Ali b. Abi Talib juga menyambutnya.


Dengan demikian Abdullah b. Ubayy merasa mendapat tanah yang subur dalam usahanya menyebarkan bibit berita itu, yang sekaligus merupakan obat penawar pula terhadap api kebencian yang ada dalam hatinya. Mati-matian ia berusaha menyebar-luaskan berita itu. Akan tetapi dalam hal ini kalangan Aus telah menentukan sikap hendak membela Aisyah. Aisyah adalah lambang kesucian dan seorang wanita yang berakhlak tinggi, yang patut menjadi teladan Peristiwa ini hampir saja menjadi suatu fitnah di Medinah.



Aisyah jatuh sakit
Berita-berita ini kemudian sampai juga kepada Muhammad. Ia jadi gelisah. Apa? Aisyah akan mengkhianatinya? Tidak mungkin! Itu adalah perbuatan keji dan bertentangan. Dengan rasa cinta dan kasihnya kepada Aisyah hal yang hanya didasarkan pada prasangka semacam itu adalah suatu dosa besar. Ya. Tetapi wanita! Cih! Siapa pula gerangan yang dapat menduga lubuk hati mereka. Lagi pula Aisyah masih muda belia. Kalung serupa apa benar yang hilang dan dicarinya pada malam buta serupa itu? Kenapa hal itu tidak disebut-sebut ketika mereka masih berada di markas? Nabi sendiri masih dalam kebingungan, belum tahu ia, akan percayakah atau tidak.


Orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu kepada Aisyah, meskipun ia sendiri sudah merasa aneh melihat sikap suaminya yang kaku, yang belum pernah di lihatnya dan memang tidak sesuai dengan perangainya yang selalu lemah-lembut, selalu penuh kasih kepadanya.

Kemudian Aisyah jatuh sakit, sakit yang cukup keras. Bila ia datang menengoknya dan ibunya ada di tempat itu merawatnya, tidak lebih ia hanya berkata: "Bagaimana?" Sungguh pilu hati Aisyah merasakannya bila ia melihat sikap Nabi begitu kaku kepadanya. Ia bicara dengan hatinya sendiri, tidakkah karena Juwairia yang sekarang menggantikan tempatnya dalam hati suaminya? Begitu sesak dadanya karena sikap Muhammad yang kaku kepadanya itu, sehingga pernah ia berkata:


"Kalau kauijinkan, aku akan pindah ke rumah ibu, supaya ia dapat merawatku."

Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikapnya yang berlebih-lebihan itu menimbulkan kepedihan pula dalam hatinya sendiri. Lebih dari duapuluh hari ia menderita sakit, baru kemudian ia sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya, dia tidak tahu.

Sebaliknya Muhammad, ia merasa sangat terganggu karena berita-berita yang disebarkan orang itu. Sekali ia mengucapkan pidato ini di hadapan orang banyak.


"Saudara-saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya mengenai keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang baik-baik. Lalu mereka mengatakan sesuatu yang ditujukan kepada seseorang, yang saya ketahui, demi Allah, dia juga orang baik; tak pernah ia datang ke salah satu rumah saya hanya jika bersama dengan saya."

Kemudian Usaid b. Hudzair berdiri seraya berkata:

"Rasulullah, kalau mereka itu dan saudara-saudara kami kalangan Aus, biarlah kami selesaikan, dan kalau mereka itu dan saudara-saudara kami golongan Khazraj perintahkanlah juga kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal."


Akan tetapi Sa'd b. 'Ubada lalu menjawab, bahwa dia berani mengatakan itu karena dia mengetahui bahwa mereka dari golongan Khazraj. Kalau mereka itu dari Aus tentu takkan mengatakannya. Orang ramai lalu mengadakan berundingan dan hampir-hampir terjadi suatu bencana fitnah, kalau tidak karena Rasul segera campur tangan dengan suatu kebijaksanaan yang baik sekali.

Akhirnya, berita itu pun sampai juga kepada Aisyah, diceritakan oleh seorang wanita dari Muhajirin. Terkejut sekali mendengar berita itu, hampir-hampir ia jatuh pingsan. Ia menangis tersedu-sedu, tak dapat lagi ia menahan airmata yang begitu deras berderai, sehingga terasa seolah pecah jantungnya. Ia pergi menjumpai ibunya, dengan membawa beban perasaan yang cukup berat, hampir-hampir terbawa jatuh terhuyung.


"Ampun, Ibu," katanya, dengan suara tersekat oleh air mata. "Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi samasekali tidak ibu katakan kepada saya."

Melihat kesedihan yang begitu menekan perasaan, ibunya berusaha hendak meringankannya. "Anakku," katanya, "Jangan terlampau gundah. Seorang wanita cantik yang dimadu, yang dicintai suami, tidak jarang menjadi buah bibir madunya dan buah bibir orang."

Akan tetapi dengan kata-kata itu Aisyah belum terhibur juga. Kembali ia merasa lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi kepadanya yang terasa kaku, padahal tadinya sangat lemah-lembut. Ia merasa, bahwa berita itu tampaknya terkesan juga dalam hati Nabi, dan karenanya ia jadi curiga. Tetapi, gerangan apa yang akan dapat diperbuatnya? Akan dimulainya sajakah ia yang bicara serta menyebutkan berita itu, dan akan bersumpah bahwa ia sama sekali tidak berdosa? Jadi kalau begitu ia menuduh diri sendiri, kemudian menyanggah tuduhan itu dengan sumpah dan permohonan. Ataukah sudah saja membuang muka seperti dia, dan juga membalasnya bersikap kepadanya seperti dia, pula? Tetapi dia adalah Rasul Allah, dia telah memilihnya diatas isteri-isterinya yang lain. Bukan salah dia kalau orang sampai menyiarkan desas-desus tentang dirinya, karena dia telah terlambat dari pasukan tentara dan kembali pulang dengan Shafwan. Ya Allah! Berikanlah jalan keluar kepadanya dalam suasana yang demikian rumit itu, supaya terbuka kepada Muhammad keadaan yang sebenarnya tentang dirinya itu, supaya ia pun kembali seperti dalam suasana semula, penuh cinta, penuh kasih dan selalu lemah-lembut kepadanya.


Muhammad minta pendapat Usman dan Ali
Tetapi keadaan Muhammad sebenarnya tidak lebih enak dari Aisyah. Ia merasa tersiksa karena percakapan orang mengenai dirinya itu, sehingga akhirnya terpaksa ia meminta pendapat sahabat-sahabatnya yang terdekat: apa yang akan diperbuatnya. Ia pergi ke ramah Abu Bakr, Ali dan Usama bin Zaid dipanggilnya akan dimintai pendapat. Usama ternyata menolak sama sekali segala tuduhan yang dilemparkan orang kepada Aisyah itu. Itu bohong dan tidak punya dasar. Sebagaimana Nabi mengenalnya, orang lain pun juga mengenal dia sebagai seorang wanita yang sangat baik. Sebaliknya Ali. Ia berkata: "Rasulullah, wanita yang lain banyak." Lalu sarannya supaya menanyai bujang pembantu Aisyah, kalau-kalau ia dapat dipercaya. Pembantu rumah itu pun dipanggil. Ali berdiri menghampirinya, lalu memukulnya yang cukup membuat bujang itu merasa kesakitan seraya berkata: "Katakanlah yang sebenarnya kepada Rasulullah!"


"Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik," jawab pembantu rumah itu. Segala tuduhan jahat yang ditujukan kepada Aisyah dibantahnya.

Muhammad menemui Aisyah
Akhirnya tak ada jalan lain Muhammad harus menemui sendiri isterinya dan dimintanya supaya mengaku. Ia masuk menemui Aisyah; di tempat itu ada ayahnya dan seorang wanita dari Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga turut pula menangis. Tiada terderita olehnya betapa dalamnya kesedihannya itu mencabik hati, tergetar ia setelah mengetahui bahwa oleh Muhammad ia dicurigai. Dicurigai oleh itu laki-laki yang sangat dicintainya, dipujanya, laki-laki yang sangat dipercayainya, tempat dia rela mati untuknya.


Melihat kedatangannya itu, disekanya airmatanya, dan terdengar olehnya ketika ia berkata:

"Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi pembicaraan orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah melakukan suatu kejahatan seperti apa yang dikatakan orang. Bertaubatlah engkau kepada Allah, sebab Allah akan menerima segala taubat yang datang dari hambaNya."

Selesai kata-kata itu diucapkan, Aisyah merasa darahnya sudah mendidih. Airmatanya jadi kering. Ia menoleh ke arah ibunya dan ke arah ayahnya. Ia menunggu bagaimana mereka akan menjawab. Tetapi ternyata mereka diam, tiada sepatah kata pun yang keluar dari mereka. Hati Aisyah makin panas, seraya katanya:


"Kenapa kalian tidak menjawab?"

"Sungguh kami tidak tahu bagaimana harus kami jawab," jawab mereka.

Lalu mereka berdua kembali terdiam lagi. Ketika itulah ia tak dapat menahan diri. Ia menangis lagi tersedu-sedu. Airmatanya itu telah dapat meredakan api amarah yang menyala-nyala seolah hendak membakar jantungnya. Sambil menangis itu kemudian ia bicara, ditujukan kepada Nabi:

"Demi Allah, sama sekali saya tidak akan bertaubat kepada Tuhan seperti yang kausebutkan itu. Saya tahu, kalau saya mengiakan apa yang dikatakan orang itu, sedang Tuhan mengetahui bahwa saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan sesuatu yang tak ada. Tetapi kalau pun saya bantah, kalian takkan percaya." Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi: "Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah Yusuf: 'Maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!"


Wahyu membebaskan Aisyah
Sejenak jadi sunyi, setelah terjadi pergolakan itu. Orang tidak tahu pasti sampai berapa lama hal itu berjalan. Akan tetapi begitu Muhammad hendak meninggalkan tempat itu tiba-tiba ia terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya. Pakaiannya segera diselimutkan kepadanya dan sebuah bantal dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.

Dalam hal ini Aisyah berkata: "Saya sendiri sama sekali tidak merasa takut dan tidak peduli setelah melihat kejadian ini. Saya sudah mengetahui, bahwa saya tidak berdosa dan Allah tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri saya. Sebaliknya orangtua saya, setelah Rasulullah s.a.w. terjaga, saya kira nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau wahyu dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang."


Setelah Muhammad terjaga, ia duduk kembali, dengan bercucuran keringat. Sambil menyeka keringat dari dahi ia berkata:

"Gembirakanlah hatimu, Aisyah! Tuhan telah membebaskan kau dari tuduhan."

"Alhamdulillah," kata Aisyah.

Kemudian Muhammad pergi ke mesjid, dan membacakan ayat-ayat berikut ini kepada kaum Muslimin:

"Mereka yang datang membawa berita bohong itu sebenarnya dari golonganmu juga. Jangan kamu mengira ini suatu bencana buat kamu, tetapi sebaliknya, suatu kebaikan juga buat kamu. Setiap orang dari mereka itu akan mendapat ganjaran hukum atas dosa yang mereka perbuat. Dan orang yang mengetuai penyiarannya diantara mereka itu akan mendapat siksa yang berat. Mengapa orang-orang beriman - laki-laki dan perempuan - ketika mendengar berita itu, tidak berprasangka baik terhadap sesama mereka sendiri, dan mengatakan: ini adalah suatu berita bohong yang nyata sekali? Mengapa dalam hal ini mereka tidak membawa empat orang saksi. Kalau mereka tak dapat membawa saksi-saksi itu, maka mereka itu disisi Allah adalah orang-orang pendusta.


Dan sekiranya bukan karena kemurahan Tuhan dan kasih-sayangNya juga kepadamu - di dunia dan di akhirat - niscaya siksa Allah yang besar akan menimpa kamu, karena fitnah yang kamu lakukan itu. Tatkala kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut, dan kamu katakan pula dengan mulut kamu sendiri apa yang tidak kamu ketahui dengan pasti, dan kamu mengiranya hanya soal kecil saja, padahal pada Allah itu adalah perkara besar. Dan tatkala kamu mendengarnya, mengapa tidak kamu katakan saja: tidak sepatutnya kami membicarakan masalah ini. Maha Suci Tuhan. Ini adalah kebohongan besar. Allah memperingatkan kamu, jangan sekali-kali hal serupa itu akan terulang jika kamu memang orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan keterangan-keterangan itu kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Mereka yang suka melihat tersebarnya perbuatan keji di kalangan orang-orang beriman, akan mengalami siksaan pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qur'an, 24 : 11-19)


Dalam hubungan ini pula datangnya ketentuan hukuman terhadap orang yang melemparkan tuduhan buta kepada kaum wanita yang baik-baik.

"Dan mereka yang melemparkan tuduhan keji kepada wanita-wanita yang baik-baik, lalu mereka tak dapat membawa empat orang saksi, maka deralah mereka dengan delapan puluh kali pukulan, dan jangan sekali-kali menerima lagi kesaksian mereka itu. Mereka itu adalah orang-orang yang jahat." (Qur'an, 24: 4)

Untuk melaksanakan ketentuan Qur'an, mereka yang telah menyebarkan berita keji itu - Mistah b. Uthatha, Hassan b. Thabit dan Hamna bt. Jahsy, masing-masing mendapat hukuman dera delapanpuluh kali. Sekarang kembali Aisyah seperti dalam keadaannya semula, dalam rumah tangga dan dalam hati Muhammad.


Maaf yang sungguh indah
Sebagai komentar atas peristiwa ini Sir William Muir menyebutkan sebagai berikut: "Sejarah Aisyah, baik sebelum atau sesudah peristiwa itu mengharuskan kita mengambil keputusan yang pasti bahwa dia, adalah bersih dari segala tuduhan itu dan mengharuskan kita pula untuk tidak ragu-ragu lagi menggugurkan segala macam prasangka terhadap dirinya."

Akan tetapi sesudah itu pun Hassan b. Thabit kembali diterima dan mendapat kasih sayang Muhammad lagi. Demikian juga Muhammad minta kepada Abu Bakr, supaya jangan mengurangi kasih-sayangnya kepada Mistah seperti yang sudah-sudah. Sejak itu selesailah peristiwa itu dan tidak lagi meninggalkan bekas di seluruh Medinah. Aisyah pun cepat pula sembuh dari sakitnya, lalu kembali ke rumahnya di tempat Rasul, dan kembali pula ke dalam hati Rasul, kembali dalam kedudukannya yang tinggi dalam hati sahabat-sahabatnya seluruh kaum Muslimin. Dengan demikian Nabi dapat kembali mengabdikan diri kepada ajarannya dan kepada pengarahan kaum Muslimin sebagai suatu persiapan guna menghadapi perjanjian Hudaibiya. Semoga Allah memberikan kemenangan yang nyata kepada umat Muslimin.


Catatan kaki:
1 Qur'an 53
2 Sebuah desa atau pangkalan air terletak antara Mekah dengan Medinah, kira-kira 66 km dari Mekah (A).
3 min ka'abat'l-munqalab, 'menarik diri dari perjalanan dan kembali ke kampung halaman, yakni ia kembali ke rumah dengan melihat segala sesuatu yang menyedihkan' (N), (A).
4 Aslinya secara harfiah: 'Gemukkan anjingmu, engkau akan dimakannya.' (A).